Setahun Pendudukan Gedung PKBI oleh Kemenkes, Pengurus PKBI Sampaikan Lima Tuntutan

Tim iNews Muria
Gedung PKBI Pusat di Jakarta.

JAKARTA,iNewsMuria.id-Setahun berlalu sejak gedung pusat PKBI diduduki secara sepihak oleh  Kementerian Kesehatan, pengurus Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia menyampaikan tuntutan ke pihak Kemenkes, khususnya Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan.

Lima tuntutan itu dibacakan Ketua Pengurus Nasional PKBI, Ichsan Malik, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (10/7/2025), yaitu :

1. PKBI meminta agar Kementerian Kesehatan cq Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan (DirjenNakes) memberikan kompensasi yang layak atas pemanfaatan gedung PKBI oleh Kementerian Kesehatan secara sepihak tanpa izin.
2. Memastikan komitmen lisan yang telah disampaikan oleh Dirjen Nakes kepada PKBI terkait luas tanah dan bangunan yang akan dialokasikan kembali untuk operasional PKBI, agar dapat dituangkan secara tertulis dan memiliki kekuatan hukum.
3. Memberikan izin kepada PKBI untuk terus menggunakan gedung tersebut tanpa batas waktu, selama PKBI tetap menjalankan program-program kesehatan dan kemanusiaan untuk masyarakat 
Indonesia.
4. Membebaskan PKBI dari kewajiban membayar sewa gedung, mengingat kontribusi historis dan peran strategis PKBI dalam pembangunan kesehatan nasional sejak tahun 1957.
5. Mengizinkan PKBI tetap menggunakan alamat Gedung Hang Jebat III/F.3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120 sebagai alamat resmi korespondensi dan operasional organisasi.

"Telah setahun kami menunggu. Kami tidak akan berhenti berharap. Untuk generasi mendatang, untuk sejarah yang tidak boleh dilupakan," kata Ichsan Malik.

Ichsan Malik punya catatan. Pada 10 Juli 2024, dengan dukungan Satpol PP dan bermodalkan surat hak pakai dari ATR/BPN, Kementerian Kesehatan mengambil alih gedung PKBI. Bangunan ini berdiri sejak tahun 1970 di atas tanah yang dahulu diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta kepada PKBI.

"Pendudukan ini dilakukan tanpa proses serah terima, tanpa kejelasan hukum, dan tanpa penghargaan atas sejarah serta kontribusi yang telah ditorehkan selama lebih dari enam dekade," tandasnya.


Konferensi pers PKBI di Jakarta. Foto : Istimewa.

Menurut dia, gedung itu bukan sekadar bangunan. Ia adalah warisan perjuangan dr. Soeharto, pendiri PKBI, dokter pribadi Presiden Soekarno dan juga pendiri Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Seorang Dokter pejuang yang mendedikasikan hidupnya untuk kemanusiaan dan pelayanan kesehatan keluarga.

Sejak tahun 1970, gedung ini menjadi pusat pelatihan ribuan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), tempat pendampingan perempuan dan anak di pelosok negeri, serta titik awal kelahiran lembaga nasional BKKBN/Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, serta mendukung program kesehatan melalui klinik PKBI.

"Namun sejak 10 Juli 2024, tempat itu bukan lagi milik kami.Bukan karena kami menyerah. Tapi karena kami dipaksa diam. Kami diusir.," tandasnya.

"Telah setahun kami menunggu penjelasan. Telah setahun kami menanti pengakuan. Telah setahun negara melupakan salah satu rumah perjuangannya sendiri. Kami tidak menginginkan konflik. Kami menginginkan keadilan. Kami tidak mendambakan kemewahan."

Dalam press release yang dibagikan ke media menyebutkan, PKBI lahir pada tahun 1957 ditengah keprihatinan mendalam atas tingginya angka kematian ibu di Indonesia. Saat itu, lebih dari 1.500 perempuan meninggal setiap 100.000 kelahiran hidup-sebagian besar karena kehamilan yang tidak direncanakan, terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan, dan kurangnya edukasi.

Di tengah keterbatasan kapasitas pemerintah saat itu dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat, PKBI hadir sebagai gerakan masyarakat sipil yang mengambil peran—mendampingi, melatih, dan melayani, bukan menggantikan negara, tetapi mengisi ruang-ruang kosong yang belum terjangkau.

Melalui gerakan Keluarga Berencana, klinik-klinik pelayanan reproduksi, serta pelatihan ribuan tenaga lapangan dan bidan, PKBI menjadi garda depan penyelamat  nyawa ibu-ibu Indonesia.

Perjalanan panjang itu membuahkan hasil yang nyata. Sejak awal berdirinya pada tahun 1957, saat angka kematian ibu (AKI) diperkirakan mencapai 1.500 kematian per 100.000 kelahiran hidup, upaya kolektif yang melibatkan PKBI secara konsisten telah membantu menurunkan angka tersebut secara signifikan. Pada tahun 1987, AKI berhasil ditekan menjadi 650, lalu turun menjadi 307 pada tahun 2000.

Tren positif ini terus berlanjut, dengan angka 305 tercatat pada tahun 2015, dan sekitar 230 pada tahun 2020. Kini, Indonesia menatap tahun 2025 dengan harapan besar—menurunkan AKI hingga mencapai 183 per 100.000 kelahiran hidup, sebagaimana ditargetkan dalam agenda SDGs dan RPJMN. Di balik angka-angka itu, tersimpan jutaan nyawa ibu yang terselamatkan, sebuah bukti bahwa kerja kemanusiaan tidak pernah sia-sia.

Angka-angka ini bukan sekadar statistik. Mereka adalah nyawa yang selamat, anak-anak yang bisa memeluk ibunya, keluarga yang tidak kehilangan. Di baliknya ada kerja diam-diam, penuh kasih, dari PKBI di 25 Provinsi, 186 Kabupaten/Kota dan 3378 relawan PKBI di Seluruh Indonesia.

Dalam semangat menjaga kemitraan dan menghormati sejarah pelayanan kesehatan di Indonesia, PKBI berharap adanya upaya dialog yang dilakukan secara terbuka, transparan, akuntabel, dan adil bagi kedua belah pihak—tanpa ada pihak yang dirugikan, apalagi dilupakan.(*)

Editor : Arif F

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network