JAKARTA, iNewsMuria - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru-baru ini mengeluarkan putusan yang mempertahankan status terdaftar merek "KASO" yang dimiliki oleh PT Tatalogam Lestari pada kelas 6. Meski demikian, keputusan tersebut memicu kontroversi dan protes dari pihak penggugat, yakni Tedi Hartono dan kuasa hukumnya, Rico Ricardo, yang menilai bahwa pendaftaran merek ini melanggar Undang-Undang Merek (UU Merek), karena menggunakan istilah yang merupakan nama barang umum yang seharusnya tidak bisa didaftarkan sebagai merek.
Gugatan yang diajukan oleh Tedi Hartono menyoroti potensi monopoli pasar yang dapat muncul akibat pendaftaran merek "KASO". Tedi berargumen bahwa nama "KASO", yang secara umum merujuk pada produk tertentu, seharusnya tidak diberikan hak eksklusif kepada satu entitas bisnis saja. Pendaftaran merek dengan nama yang bersifat umum bisa menghambat pelaku usaha lain yang ingin menggunakan istilah tersebut untuk produk sejenis, namun dengan pembeda yang cukup untuk membedakan produk mereka.
Tedi Hartono menyatakan bahwa penggunaan nama umum dalam pendaftaran merek dapat menutup ruang bagi para pelaku usaha kecil dan menengah untuk bersaing di pasar secara sehat. "Pendaftaran merek ini telah melanggar ketentuan karena ‘Kaso’ merupakan nama barang yang sudah umum di masyarakat. Ini mengancam kebebasan pelaku usaha lain yang juga menggunakan nama tersebut. Pemerintah harus melindungi iklim usaha yang sehat dan bebas dari monopoli," ujarnya dalam pernyataan resminya, Jumat (8/11/2024).
Selain itu, gugatan ini juga mencuatkan kritikan tajam terhadap kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), yang dianggap lalai dalam menyetujui pendaftaran merek "KASO". Pihak penggugat menilai bahwa DJKI seharusnya menolak permohonan pendaftaran merek tersebut sejak awal, mengingat bahwa "KASO" adalah nama barang yang sudah dikenal luas di masyarakat.
Rico Ricardo, kuasa hukum Tedi Hartono, menyebutkan bahwa DJKI telah meloloskan permohonan pendaftaran tanpa mempertimbangkan prinsip dasar UU Merek, yang mengatur bahwa nama umum tidak boleh didaftarkan sebagai merek dagang. "Kelalaian DJKI dalam menilai ‘KASO’ sebagai nama barang umum membuatnya lolos sebagai merek dagang, yang memberikan PT Tatalogam keuntungan monopoli secara tidak sehat," ungkap Rico.
Di sisi lain, dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya mempertimbangkan prinsip hukum "first to file", yang menyatakan bahwa siapa yang pertama kali mengajukan pendaftaran merek, maka merek tersebut berhak mendapatkan hak eksklusif atas nama tersebut. Namun, Tedi Hartono menganggap bahwa pertimbangan tersebut tidak cukup untuk menilai apakah "KASO" memang memenuhi syarat untuk didaftarkan sebagai merek dagang.
Tedi berpendapat bahwa substansi gugatan yang utama, yaitu pelanggaran terhadap UU Merek yang melarang penggunaan nama umum sebagai merek, belum sepenuhnya dipertimbangkan oleh pengadilan. "Majelis hakim seharusnya mempertimbangkan apakah ‘KASO’ memenuhi syarat sebagai merek, mengingat itu nama umum dan bisa menyebabkan kebingungan konsumen," tegas Tedi Hartono.
Putusan pengadilan yang mempertahankan pendaftaran merek "KASO" ini berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi pelaku usaha lain yang ingin menggunakan nama yang sama untuk produk sejenis namun dengan pembeda yang cukup. Dalam hal ini, PT Tatalogam Lestari sebagai pemilik merek "KASO" kini memiliki hak eksklusif untuk menggunakan nama tersebut, yang dapat mempersulit para pesaing atau produsen kecil untuk menggunakan nama serupa dalam menjalankan usaha mereka.
Tedi Hartono khawatir bahwa keputusan ini dapat menyulitkan persaingan pasar, karena pelaku usaha kecil yang ingin menggunakan nama yang sudah ada di masyarakat untuk produk mereka, tetapi dengan ciri khas yang berbeda, akan terhambat oleh hak merek eksklusif yang diberikan kepada PT Tatalogam.
Editor : Langgeng Widodo