YOGYAKARTA,iNewsMuria.id-Peningkatan suhu udara, menyusutnya ruang hijau, perubahan kualitas sungai, dan terutama persoalan sampah yang memuncak setelah penutupan TPSa Piyungan mengakibatkan krisis lingkungan di Yogyakarta.
Gambaran tersebut mengungkap betapa rentannya sistem pengelolaan sampah perkotaan sekaligus semakin menegaskan pentingnya literasi lingkungan bagi masyarakat.
Nah, dari kondisi tersebut mendorong lahirnya Program Ekologi Visual Nusantara : Potret Krisis dan Inovasi Seni untuk Kesadaran Lingkungan, sebuah program resmi Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di bawah Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi.
Program yang merupakan salah satu proyek penerima Program Inovasi Seni Nusantara (PISN) Tahun Pendanaan 2025 itu dirancang untuk mendorong praktik seni sebagai solusi kreatif yang berakar pada riset, kolaborasi komunitas, dan pemecahan isu-isu sosial di tingkat lokal.
Program ini dilaksanakan oleh tim dosen lintas ilmu dan program studi asal ISI Surakarta. Diketuai Endang Purwasari dari Program Studi Destinasi Pariwisata dan beranggotakan Varatisha Anjani Abdullah dari Program Studi Fotografi, Dwi Putri Nugrahaning Widhi dari Film dan Televisi, Dessy Rachma Waryanti dari Seni Intermedia dan Kristina Novi Susanti dari Program Studi Tata Kelola Seni.
"Dalam implementasinya di Yogyakarta, tim pelaksana PISN bekerja sama dengan Komunitas Panggung Perwira di Dusun Cabeyan, Panggungharjo, Sewon, Bantul—komunitas seni tradisi yang digerakkan oleh pemuda dan pemudi desa—untuk mengembangkan pendekatan seni sebagai media advokasi ekologis," kata Endang Purwasari.
Sebagai bagian dari PISN, proyek ini menggelar rangkaian workshop yang mencakup fotografi dokumenter, teknik narasi visual, citizen journalism, hingga pengenalan motion infographic sebagai media kampanye ekologis.
Pemudi dan pemuda Komunitas Panggung Perwira dibekali keterampilan teknis mulai dari pemotretan, penyuntingan visual, hingga penulisan pesan-pesan ekologis berbasis riset lapangan.
Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan kapasitas kreatif komunitas, tetapi juga memperkuat kemampuan mereka dalam memahami data lingkungan, menganalisis situasi pasca-penutupan TPSa Piyungan, dan menerjemahkan keresahan ekologis menjadi karya visual yang komunikatif.
Rangkaian kegiatan PISN 2025 ini ditutup dengan festival seni dan pameran bertajuk “Panic to Magic”, sebuah presentasi publik atas karya foto dokumenter dan motion infographic yang diproduksi bersama warga.
Judul ini merangkum perjalanan emosional dan kreatif komunitas: dari kepanikan menghadapi perubahan lingkungan menuju lahirnya “magic”—keajaiban kecil yang tumbuh dari tindakan bersama, kreativitas warga, serta keberanian menghadapi krisis.
Karya-karya tersebut menangkap dinamika warga Panggungharjo dalam merespons kondisi ekologis yang berubah, termasuk inisiatif warga mengelola sampah, mengaktifkan ruang-ruang kreatif desa, serta membangun kesadaran ekologis melalui seni. Dengan konteks budaya Yogyakarta yang kaya, pameran ini menjadi platform dialog antara seni, komunitas, dan isu lingkungan.
"Program Inovasi Seni Nusantara bertujuan mendorong inovasi seni berbasis riset, penguatan komunitas, dan penerapan teknologi kreatif. Program ini menjadi wadah bagi seniman, akademisi, dan komunitas untuk merancang solusi artistik yang relevan dengan kebutuhan masyarakat," pungkasnya.(*)
Editor : Arif F
Artikel Terkait
