MENAHAN laju penurunan kelas menengah tak dapat diabaikan. Menurut Kepala Bappenas Bambang Bojonegoro, untuk menjadi negara maju berpendapatan tinggi, jumlah penduduk harus didominasi penduduk kelas menengah.
Laporan Bappenas bertajuk "Indonesia 2045 Berdaulat Maju, Adil dan Makmur" menyebutkan, Indonesia bisa jadi negara berpendapatan tinggi pada 2036 dan memiliki ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045. Syaratnya adalah ekonomi mesti konsisten tumbuh 5,7% per tahun.
Penduduk kelas menengah dipandang punya peran penting untuk meningkatkan konsumsi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hingga 2023, lebih dari separo ekonomi Indonesia didominasi konsumsi rumah tangga. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah kelas menengah Indonesia mencapai 48,27 juta orang atau 17,44 persen dari total populasi Indonesia dan menyumbang sekitar 38,80 persen terhadap total konsumsi masyarakat.
Namun demikian, jalan terjal menuju negara maju berpendapatan tinggi menjadi tantangan yang harus dihadapi Pemerintah Indonesia bersama 107 negara lainya. Berdasar kajian Bank Dunia, 50 tahun terakhir dalam World Development Report 2024 menyatakan bahwa The Middle Income Trap 108 negara sulit menjadi negara maju. 108 negara itu termasuk Indonesia.
Fenomena menurunnya kelas menengah dalam 5 tahun terakhir pun menjadi perhatian Indonesia untuk naik kelas dari middle income menjadi negara berpendapatan tinggi. Ukuran Bank Dunia, persentase penduduk kelas menengah dan penduduk menuju kelas menengah 2024 mencapai 66,35 persen, lebih redah bila dibanding 2019 (69,65 persen dari total penduduk).
Penduduk kelas menengah adalah penduduk dengan pengeluaran perkapita per bulan antara 3,5 hingga 17 kali garis kemikinan. Sementara penduduk menuju kelas menengah adalah penduduk dengan pengeluaran perkapita per bulan antara 1,5 sampai 3,5 kali garis kemmiskinan. Munculnya covod-19 disinyalir jadi penyebab turunnya proporsi penduduk kelas menengah.
Upaya menahan laju penurunan kelas menangah pun tak dapat dipisahkan dengan penduduk menuju kelas menengah. Penduduk pada kelas ini seyogyanya mulai menjadi fokus memacu pertumbuhan ekonomi. Selama 5 tahun terakhir, mampu menyumbang lebih dari 80 persen dari total konsumsi pengeluaran penduduk.
Berbicara tentang menuju negara berpandapaan tinggi berkaitan erat dengan karakteristik penduduk ditinjau dari sisi ketanagakerjaan dan struktur demografi.
Di 2024, mayoritas pekerja kelas menengah dan menuju kelas menengah bekerja di sektor formal (berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar atau buruh/karyawan/pegawai). Akan tetapi dalam lima tahun terakhir, proporsi pekerja kelas menengah berstatus formal mengalami penurunan lebih dalam dari pada penduduk menuju kelas menengah. Artinya, meraka beralih menjadi pekerja informal. Padahal pekerja informal dihubungkan dengan tidak adanya perlindungan sosial yang dapat berakibat fatal bagi keuangan mereka (ILO, 2016).
Masih dari data yang sama, penduduk kelas menengah mayoritas bekerja di sektor jasa dan industri. Proporsi penduduk kelas menengah yang bekerja di sektor industri terus mengalami penurunan hingga 2023.
Sungguh ironis, padahal sektor industri merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja cukup stabil sepanjang 2013 hingga 2023 dengan tren jumlah tenaga kerja naik setiap tahun dan mampu memberi kontribusi terhadap ekonomi Indonesia pada kisaran 18 hingga 21 persen. Bahkan sektor industri di 2023 mampu tumbuh 4.64 persen, melampaui pertumbuhan sebelum covid 2019.
Bila ditinjau dari struktur demografi, penduduk kelas menengah dan kelas menuju menengah didominasi oleh penduduk muda. Sekitar 36.89 persen dari total penduduk Kelas Menengah merupakan Generasi Z dan Generasi Alpha dan 42,03 persen penduduk menuju kelas menengah. Generasi Z, atau generasi digital native, adalah kelompok yang lahir dan tumbuh di zaman teknologi digital seperti internet dan media sosial. Mereka lahir tahun 1997 sampai 2012.
Fakta ini menjadi sinyal positif bagi pemerintah dimana saat ini bukan hanya fokus dalam bantuan sosial berupa pemenuhan kebutuhan dasar namun juga memberikan ruang yang lebih luas kepada penduduk muda untuk mendorong berinovasi dan digitalisasi dalam transformasi ekonomi. Perlu disadari bersama bahwa generation gap pada literasi teknologi tak dapat dihindarkan. Masifnya pertumbuhan pengunaan IT pada berbagai kegiatan dapat menambah lebar kesenjangan teknologi antar generasi.
Dari sisi tingkat pendidikan, penduduk di kelas menengah dan menuju menengah, mayoritas berpendidikan SMA sederajat dan perguruan tinggi. Artinya secara kualitas, SDM cukup baik meski tanpa terus belajar berlari mengikuti pesatnya perkembangan teknologi, mereka akan tergusur, tergantikan dengan inovasi dan teknologi. Menginggat saat ini teknologi berkembang dengan pesat. Pekerjaan berbasis padat karya telah mulai digantikan dengan usaha berbasis teknologi.
Selain penurunan kelas menengah, Indonesia juga dihadapkan pada deflasi 5 bulan berturut-turut. Dalam 10 tahun terakhir, deflasi beruntun 5 bulan berturut-turut hanya terjadi di 2024. Ini memberikan sinyal bahwa kekuatiran penurunan daya beli masyarakart bisa saja terjadi. Akibat menurunnya pendapatan, kelas menengah tidak sanggup membeli komodite yang dibutuhkan meski telah terjadi perubahan harga. Akibatnya harga menjadi turun dan terjadi deflasi.
Dengan berbagai komposisi karakteristik kelas menengah dan menuju menengah itu, seyogyanya pemerintah tidak hanya fokus mengejar penurunan kemiskinan dengan memberikan perhatian pada penduduk miskin saja namun sudah mulai beralih ke penduduk kelas menengah dan menuju menengah, jangan sampai mereka terjun turun status menjadi penduduk miskin.
Data Susenas 2024, menunjukkan median pengeluaran penduduk kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan dan semakin mendekati batas bawahnya . Artinya ada indikakasi kelompok kelas menengah akan lebih sulit untuk lompat menuju kelas atas dan rentan jatuh ke kelompok “menuju kelas menengah” bahkan rentan miskin.
Perlu perhatian dan kolaborasi bersama dalam hal menyelamatkan penduduk kelas menengah dengan beberapa skenario sebagai berikut :
Pertama, kontrbusi industri hingga 2023 masih di posisi 18 persen dengan penyerapan tenaga kerja cenderung meningkat dalam 10 tahun teakhir, perlu langkah strategis pemerintah untuk mengembalikan para pelaku usaha memiliki daya saing baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Kedua, pemerintah berperan mendorong penciptaan lapangan kerja formal sehingga ada kepastian upah yang layak melalui penetapan UMR dan jaminan sosial.
Ketiga, pengembangan sumber daya manusia melalui peningkatan mutu Pendidikan, melaksanakan banyak program pelatihan untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi tuntutan pasar kerja global yang semakin kompleks dan berbasis teknologi.
Keempat, meski anggaran perlindungan sosial tahun 2025 menurun, semoga ada perluasan cakupan pemberian perlindungan sosial yang menyasar ke penduduk kelas menengah dan colon penduduk kelas menengah.
Akhirnya menahan laju PHK massal, menyelamatkan penduduk kelas menengah. Semoga menjadi fokus utama pemerintah agar dapat mengejar pertumbuhan ekonomi 5,7 persen dan menjadi negara berpendapatan tinggi di 2036.(Istanti, Statistisi Madya BPS Kota Surakarta)
Editor : Langgeng Widodo
Artikel Terkait