BAPPENAS, dalam laporannya yang bertajuk Ringkasan Eksekutif Visi Indonesia 2045, menyebutkan dalam periode 2016 – 2045, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,7 persen per tahun. Selain itu, Indonesia diperkirakan menjadi negara pendapatan tinggi tahun 2036 dan PDB terbesar ke-5 tahun 2045.
Namun demikian, kinerja perekonomian Indonesia tumbuh melambat pada tahun 2023. Berita Resmi Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Produk Domestik Bruto (PDB) menyebutkan bahwa selama 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 5,31 persen yaitu pada tahun 2022. Sementara, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 tercatat 5,05 persen, atau tumbuh melambat dibandingkan tahun sebelumnya.
Tantangan yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana memacu kinerja ekonomi yang tidak hanya mengejar target pertumbuhan ekonomi dari sisi peningkatan output ekonomi semata, tetapi juga mampu mendorong pemerataan distribusi kesejahteraan di seluruh wilayah Indonesia. Pada laporan yang sama, Bappenas menyatakan bahwa agar Indonesia menjadi negara maju dan 5 ekonomi terbesar di dunia salah satunya adalah dengan digerakkan oleh industri.
Bila ditinjau dari sisi kontribusi dan pertumbuhan ekonomi, terdapat lima lapangan usaha yang berpotensi dengan laju pertumbuhan kurang lebih 5% dan memberikan andil di atas 5% yakni Pertambangan dan Penggalian, Industri Pengolahan, Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta Transportasi dan Pergudangan. Sementara untuk soktor pertanian masih memberikan andil pertumbuhan yang relatif besar (12,52%) tetapi laju pertumbuhannya selama dasawarsa ini mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dari data BPS, usaha pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 4,2% pada tahun 2013, sedangkan di tahun 2023 pertumbuhan usaha pertanian tercatat 1,87%.
Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat lahan dan sumber daya alam di negeri kita tercinta cukup memadai. Upaya peningkatan produksi pertanian dengan modernisasi serta tehnologi informasi perlu menjadi poin perhatian stakeholder, untuk mengoptimalkan provitas hasil pertanian demi mengejar target pertumbuhan ekonomi yang ditetapka
akin pemerintah.
Selain usaha pertanian, terdapat lapangan usaha lain yang berpotensi dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia, diantaranya usaha industri pengolahan.
Pada tahun 2023, usaha industri mempunyai andil terbesar dalam perekonomian Indonesia, yaitu sebesar 18,67%. Selama 10 tahun terakhir, rata-rata kontribusi usaha industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia pada kisaran 18 hingga 20 persen. Situasi ini menggambarkan potensi yang cukup menjanjikan, mengingat sektor industri dapat menjadi penggerak pembangunan. Pada tahun 2023 kontribusinya mencapai 18,67 persen, meningkat 0,33 persen poin dibandingkan tahun 2022.
lIndustri pengolahan juga mampu tumbuh stabil akibat dari kuatnya permintaan domestik dan global. Dalam dasawarsa terakhir, usaha industri pengolahan diawali dengan pertumbuhan sebesar 4,37% pada 2013. Walaupun sempat mengalami kontraksi di tahun 2020 akibat pandemi covid, tetapi pemulihan ekonomi terutama usaha industri kembali tumbuh, bahkan melebihi tingkat pertumbuhan di tahun-tahun sebelum pandemi Covid. Hal ini ditunjukkan dengan besaran pertumbuhan sebesar 4,89% di tahun 2022 dan 4,64% di tahun 2023.
Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi di sektor industri pengolahan yang melambat pada tahun 2023 tak sejalan dengan penyerapan tenaga kerjanya. Jumlah tenaga kerja sektor industri terus meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun saat pandemi covid di tahun 2020 penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan 7,64% dibandingkan tahun 2019. Situasi yang kembali normal di tahun 2021, sehingga tenaga kerja yang berkerja di sektor pengolahan kembali meningkat.
Jumlah tenaga kerja sektor industri mencapai 19.34 juta pada 2023 atau meningkat 0,88% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan indikator tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia di tahun 2023 sebesar 5,32% yang mengalami penurunan sebesar 0,54% poin dibanding tahun 2022.
Dilihat dari jenis produksinya, lndustri logam dasar menempati subsektor terbesar dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 14,17%. Industri logam dasar merupakan salah satu industri dasar yang menunjang produksi barang modal untuk industri lainnya. Menurut Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Investasi Kemenperin Doddy Rahadi dalam pelepasan ekspor produk baja struktur produksi PT Gunung Raja Paksi (GRP) di Cikarang Barat, Bekasi menyatakan bahwa "Industri logam dasar dikenal sebagai mother of industry, yang selama ini telah berperan penting memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Kenaikan pada subsektor logam dasar ini dibuktikan dengan banyaknya permintaan dari luar negeri atas barang dan hasil produksi dari logam.
Industri barang logam mengalami pertumbuhan terbesar kedua setelah industri logam dasar, dengan pertumbuhan sebesar 13,67%, mengalami kenaikan 6,96% poin dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya. Produk lain yang juga mengalami pertumbuhan tinggi adalah Industri alat angkutan dimana tumbuh sebesar 7,63%.
Berkembangnya permintaan otomotif dan pengembangan mobil Listrik, memberikan peluang industri alat angkutan kedepannya terus dapat andil mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Harapannya Penerapan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan teknologi fuel cell terus ditingkatkan, sehingga mampu menjadikan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan dengan teknologi dan model terbaru sekaligus menumbuhkan ekspor.
Akhirnya ditengah ketidakpastian kondisi geopolitik, diperlukan langkah langkah untuk mengawal kinerja ekonomi sehingga mampu tumbuh mencapai target lebih dari 5,7 persen di tahun 2024. Pertama, prospek industri pengolahan yang mampu menyerap tenaga kerja cukup banyak dengan tren pertumbuhan ekonomi yang stabil, perlu memperhatikan ketersedian bahan baku, pangsa pasar dan biaya produksi.
Ketidakpastian situasi global yang terjadi saat ini dapat berimbas pada meningkatnya biaya produksi, apalagi ketika bahan bakunya merupakan barang impor. Dari sisi permintaan domestik dan luar negeri, menjaga daya beli dan pangsa pasar menjadi poin penting dalam pemasaran produk. Oleh karena itu perlu mencari sumber ekonomi yang tidak tergantung siklus musiman, bisnis dunia dan meminimalkan dampak pada lingkungan.
Kedua, terkait penyerapan tenaga kerja, agar merumuskan kebijakan dalam hal percepatan peningkatan kualitas SDM, yang mampu menciptakan inovasi berbasis teknologi sehingga dapat meruntuhkan hambatan perusahaan domestik untuk dapat bersaing lebih luas. Dengan demikian, sangat diperlukan upaya peningkatan daya saing melalui peningkatan efisiensi dan penciptaan produk-produk berkualitas dan berteknologi tinggi untuk menjawab tantangan mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional.(Arya Maulama Putra, mahasiswa statistika di Universitas Sebelas Maret Sebelas Maret Surakarta).
Editor : Langgeng Widodo
Artikel Terkait