get app
inews
Aa Text
Read Next : Kontroversi TNI Jaga Kejaksaan, Pakar Hukum Soroti Potensi Tumpang Tindih dengan Polri

Surga Bawah Laut Terancam, Prof Henry Indraguna Serukan Supremasi Hukum untuk Selamatkan Raja Ampat

Minggu, 08 Juni 2025 | 17:50 WIB
header img
Akademisi dan pakanhukum, Prof Henry Indraguna, SH.

JAKARTA, iNewsMuria – Di tengah pesona birunya laut Raja Ampat, ancaman penambangan nikel di Pulau Gag membayangi keindahan tak tertandingi tersebut. Wilayah yang merupakan bagian dari Coral Triangle ini bukan sekadar destinasi wisata, melainkan penjaga bumi vital yang menyumbang oksigen global.

 

Dengan lebih dari 1.500 spesies ikan, 700 jenis terumbu karang, dan 75% spesies karang dunia, Raja Ampat berperan besar dalam mitigasi perubahan iklim. Namun, rencana penambangan nikel mengancam kelestarian hayati dan biota laut yang luar biasa ini. Pakar hukum Prof. Dr. Henry Indraguna, SH, MH, mendesak semua pihak untuk memahami mengapa penambangan nikel ini harus dihentikan.

 

“Sesuatu itu benar jika bisa menjaga integritas, stabilitas, dan keindahan komunitas biotik. Sebaliknya, akan salah dan berakibat bencana karena ulah kita untuk merusaknya,” ujar Prof Henry kepada awak media usai kegiatan Idul Adha di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).

 

Profesor dari Unissula Semarang ini mengingatkan prinsip idealisme menjaga alam sebagai sahabat manusia harus menjadi pijakan. Dari sisi hukum, Prof Henry menegaskan pemerintah memiliki dasar kuat untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP).

 

"Pelanggaran izin lingkungan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 dan tidak adanya persetujuan masyarakat adat adalah alasan jelas dan nyata terjadi pelanggaran serius," tegas Doktor Ilmu Hukum UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini.

 

Menurut Prof. Henry, Kementerian ESDM dapat bertindak tegas jika Amdal telah dilanggar. Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini menyatakan bahwa ancaman penambangan nikel yang tidak sesuai IUP bukan hanya soal hukum, melainkan kejahatan lingkungan.

 

Penambangan nikel berisiko merusak terumbu karang, mencemari air dengan limbah, serta memusnahkan hutan tropis di pulau kecil. “Kerusakan ini bisa permanen dan pasti akan menghapus peran Raja Ampat sebagai penyangga iklim dan sumber ekonomi pariwisata,” ungkap Guru Besar Universitas Sultan Agung Semarang ini.

 

Masyarakat adat juga telah menolak tambang, di mana proses Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) yang tidak dijalankan melanggar hak kolektif mereka. "Menghentikan tambang menunjukkan negara menghormati hak masyarakat adat sebagai pemilik tanah ulayat," tandas Ketua DPP Ormas MKGR ini.

 

Dari sisi ekonomi, Prof Henry membandingkan keuntungan jangka pendek tambang yang padat modal dengan ekowisata Raja Ampat yang menyumbang triliunan rupiah per tahun dan membuka ribuan lapangan kerja lokal. Di panggung global, kelanjutan tambang akan mencoreng citra "blue economy" Indonesia dan kredibilitas global terkait komitmen iklim. "Jika hancur maka kredibilitas global Indonesia juga runtuh,” tutur Prof Henry.

 

Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini sependapat jika pemerintah bertindak tegas agar IUP dicabut. Ini adalah keputusan hukum, etika, dan ekonomi yang tak terbantahkan demi menjaga Raja Ampat sebagai warisan dunia. Prof Henry menegaskan bahwa Raja Ampat bukan hanya milik Indonesia, tetapi dunia, dan peran ekologisnya menuntut pemerintah segera bertindak tegas.

 

"Turun langsung ke lapangan dan ambil sikap tegas terhadap perusahaan penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya," ucap Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI ini.

Editor : Arif F

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut