KUDUS, iNewsMuria - Selain Dewi Nawangsih, Sunan Muria juga memberikan kutukan pengikutnya yang bernama Eyang Dudo.
Kutukan itu sendiri sebenarnya terucap secara tidak sengaja saat Sunan Muria berjalan bersama Eyang Dudo di dekat sawah di kawasan Dusun Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus.
Kebetulan saat itu hari sudah malam. Dan saat lewat di dekat sawah tersebut Sunan Muria mendengar suara gaduh di tengah areal persawahan, yang kemudian mendorongnya untuk bertanya pada Eyang Dudo. “Suara apa itu, kok grubyak grubyuk seperti suara bulus?”
Maka seketika halilintar menyambar di udara, dan para pengikut Eyang Dudo pun langsung berubah menjadi bulus.
Sendang Bulusan tempat tinggal bulus gaib jelmaan murid Sendang Muria
Mengetahui hal ini hati Eyang Dudo menjadi sangat sedih. Berkali-kali dia meratap pada Sunan Muria mengenai nasib para muridnya.
Namun nasi telah menjadi bubur. Sunan Muria telah terlanjur mengucapkan kalimat sumpahnya yang ternyata tidak bisa ditarik lagi.
“Kanjeng Sunan Muria sebenarnya juga sedih dan menyesal. Karena itu kemudian beliau mengajak Eyang Dudo dan para muridnya yang telah berubah menjadi bulus berjalan ke arah Selatan sampai akhirnya tiba di daerah ini (Dusun Sumber, Red). Di tempat itu selanjutnya beliau mengambil sebatang ranting pohon adem ati dan menancapkannya ke tanah. Seketika dari tanah itu keluar air dan langsung membentuk sebuah sendang,” ungkap Sudarsih, juru kunci Sendang Bulusan seperti dikutip dari LIBERTY.
Di sendang inilah Sunan Muria memerintahkan para murid Eyang Dudo untuk tinggal, sambil mengatakan bahwa pada tiap bulan Syawal akan banyak orang yang datang untuk memberi mereka makan.
Selain itu, karena pada dasarnya para bulus itu adalah jelmaan manusia yang juga memiliki kesaktian, karena merupakan murid kesayangan Eyang Dudo, maka Sunan Muria juga memerintahkannya untuk ikut menjaga wilayah tersebut serta membantu penduduk di sana dengan kesaktian yang dimiliki.
“Mungkin karena pengaruh kekuatan bulus-bulus itu, maka sawah di sini selalu subur. Bahkan bisa dikatakan nyaris tidak pernah ada kasus gagal panen. Tiap tahun hasil paen selalu melimpah, hingga daerah ini menjadi salah satu lumbung padi bagi Kota Kudus,” ucap Sudarsih yang telah menjadi juru kunci sejak tahun 1983 ini.
Memberi Makan
Dan apa yang diucapkan Sunan Muria memang menjadi kenyataan. Seminggu setelah hari raya Idul Fitri seluruh warga desa di sekitar sendang itu berada akan datang berduyun-duyun untuk mengadakan selamatan.
Dalam selamatan itu dilakukan pula pelarungan sesaji berupa berbagai jenis makanan untuk dipersembahkan sebagai makanan bagi bulus-bulus jelmaan murid Eyang Dudo.
Namun, selain pada seminggu setelah Idul Fitri, pada saat-saat tertentu banyak juga orang yang mencoba berharap berkah di tempat itu.
Hal ini terutama bila menjelang musim tanam. Karena umumnya orang yang datang itu adalah para petani yang menginginkan pekerjaannya berhasil.
Selain itu banyak pula pedagang yang datang dengan harapan agar dagangannya bisa selalu laris.
Ritual yang dilakukan di tempat ini cukup sederhana.
Setelah berziarah dan berdoa di makam Eyang Dudo. Para peziarah cukup memberi makan bulus-bulus berwarna belang yang ada di sendang, sambil berjanji untuk mengadakan selamatan tiap tujuh hari setelah Idul Fitri di tempat itu.
Maka segala harapan dan permintaan pasti akan dikabulkan. Dan biasanya untuk semakin memantapkan hati, para pengalab berkah ini akan pulang sambil membawa air dari sendang tersebut untuk disiramkan ke tanaman atau di sekitar warung.(*)
Editor : Langgeng Widodo