WARTAJOGLO, Solo - Di era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia. Platform digital tidak hanya merubah cara kita berkomunikasi, tetapi juga cara kita memperoleh informasi.
Dalam satu dekade terakhir, dominasi televisi sebagai sumber utama informasi mulai tergantikan oleh kemudahan akses informasi melalui media sosial. Namun, seperti pisau bermata dua, fenomena ini membawa manfaat sekaligus tantangan bagi masyarakat dan industri media.
Produser Eksekutif TVMu, Arina Nurrohmah, mengungkapkan bahwa jumlah penonton televisi di Indonesia terus berkurang seiring dengan meningkatnya ketergantungan masyarakat pada platform digital.
Hal ini ia sampaikan dalam acara pelatihan jurnalistik Pesantren Digital Ramadan di Pondok Pesantren KH Mas Mansur, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu, 22 Maret 2025.
"Siapapun kini bisa memproduksi dan membagikan berita di media sosial," kata Arina.
Meskipun demikian, ia menyoroti masalah besar yang menyertai tren ini: kredibilitas informasi . Siapa pun dapat membuat konten, tetapi tidak semua konten dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Perubahan pola konsumsi informasi ini mendorong media tradisional, termasuk stasiun televisi, untuk beradaptasi. Media massa tidak lagi hanya mengandalkan saluran konvensional seperti layar kaca, tetapi juga memanfaatkan media sosial sebagai sarana distribusi berita.
Banyak stasiun televisi yang kini menayangkan siaran langsung secara gratis melalui platform seperti YouTube, Instagram, atau TikTok.
“Sekarang perkembangan teknologi membuat proses produksi berita jadi lebih fleksibel,” tambah Arina. Fleksibilitas ini tidak hanya berlaku bagi media, tetapi juga bagi audiens. Masyarakat dapat mengakses berita kapan saja dan di mana saja, tanpa harus terpaku pada jadwal tayangan televisi.
Namun, fleksibilitas ini juga membawa tantangan. Berita yang tersebar di media sosial sering kali kurang terverifikasi, sehingga rentan terhadap hoaks dan disinformasi.
Menurut Arina, hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara media dan masyarakat untuk memastikan bahwa informasi yang dikonsumsi adalah informasi yang akurat dan terpercaya.
Kehadiran media sosial juga mengubah dinamika interaksi antara jurnalis dan audiens. Untuk menjangkau generasi muda seperti Gen-Z dan Gen Alpha, jurnalis mulai menggunakan pendekatan yang lebih kreatif dan relevan.
Salah satu contohnya adalah tren video “A Day in My Life as A Journalist ” di platform seperti TikTok dan Instagram Reels. Konten semacam ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan gambaran praktis tentang profesi jurnalis kepada audiens muda.
Selain itu, penggunaan bahasa gaul dan istilah viral dalam berita juga semakin umum. Arina menjelaskan bahwa jika menggunakan bahasa yang terlalu formal atau rumit, berita akan sulit dipahami oleh generasi muda.
“Kalau menggunakan bahasa yang rumit, akan sulit dipahami Gen-Z dan Gen Alpha,” ujarnya.
Pendekatan ini mencerminkan adaptasi media terhadap perubahan preferensi audiens. Media massa tidak lagi hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai pemberi hiburan dan edukasi yang sesuai dengan gaya hidup modern.
Meskipun media sosial kini mendominasi, televisi masih memiliki peran penting sebagai sumber informasi terpercaya, terutama dalam situasi darurat.
Arina menegaskan bahwa ada saat-saat di mana televisi menjadi andalan utama masyarakat. “Ketika internetnya mati,” ujarnya sambil berkelakar.
Dalam situasi krisis, seperti bencana alam atau pemadaman listrik skala besar, televisi sering kali menjadi satu-satunya sumber informasi yang dapat diandalkan.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun media sosial sangat populer, televisi tetap memiliki tempat tersendiri dalam ekosistem informasi.
Fenomena ini menunjukkan bahwa di era digital yang terus berkembang, media massa—baik televisi maupun media sosial—harus terus beradaptasi agar tetap relevan dan dipercaya oleh masyarakat.
Televisi perlu memanfaatkan platform digital untuk menjangkau audiens yang lebih luas, sementara media sosial harus memperkuat sistem verifikasi informasi untuk meminimalisir penyebaran hoaks.
Bagi masyarakat, penting untuk menjadi konsumen informasi yang cerdas. Selalu cek ulang sumber berita dan pastikan informasi berasal dari sumber yang terpercaya. Di tengah derasnya arus informasi digital, literasi media menjadi kunci untuk membedakan fakta dari fiksi. (*)
Editor : Langgeng Widodo
Artikel Terkait