Aliran Kejawen memiliki konsep seimbang tanpa terpaku oleh aturan yang ketat. Sifat ini paling mirip dengan sifat yang ada pada konfusianisme atau agama Konghucu, akan tetapi konsep ajarannya berbeda.
Ibadah atau perilaku dalam ajaran kejawen ini berupa instrumen adat khas Suku Jawa, seperti wayang, keris, pembacaan mantra, pemakaian bunga-bunga tertentu yang memiliki simbol dan filosofi tertentu dan lain sebagainya.
Semua simbol itu memiliki makma dan dapat menampakkan sisi yang magis sehingga banyak orang yang memanfaatkan kejawen dengan praktik agama, kesehatan bahkan perdukunan. Padahal hal itu tidak diajarkan di aliran kejawen ini.
Kehebatan aliran ini adalah kemampuannya dalam beradaptasi dan mampu mengadopsi ajaran agama pendatang, seperti Hindu, Kristen, Budha, maupun Islam. Hal ini dianggap sebagai gejala sinkretisme yang memperkaya cara pandang tentang perubahan zaman.
Kejawen muslim merupakan cabang dari cara pandang aliran kejawen. Sultan Agung Mataram merupakan filsuf peletak pondasi kejawen muslim yang mempengaruhi upacara pada hari-hari penting.
Orang-orang yang percaya kejawen melakukan tradisi pada hari-hari penting seperti Sepasaran (upacara kelahiran), Mantenan (upacara pernikahan), Mangkat (upacara kematian), Suran 1 Sura, Riad Kupat, Megeng Pasa, Megeng Sawal, Muludan, Sekaten dan lainnya.
Beberapa aliran kejawen yang terdapat di dunia ada beragam jenis tergantung sifat reaktif terhadap agama tertentu. Cabang aliran kejawen yaitu, Sapta Dhar
Editor : Achmad Fakhrudin
Artikel Terkait