MURIA.iNews.id-Konstruksi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945 lebih menitikberatkan pada exsecutive heavy. Artinya, presiden mempunyai posisi yang lebih besar, dibanding dengan cabang-cabang kekuasaan lain, sehingga kekuasaan eksekutif tidak dapat dikontrol kekuasaan.
Selain adanya kelemahan dalam sistem checks and balances, sendi sendi demokrasi lainnya (jaminan hak asasi manusia, supremasi hukum, manajemen terbuka, pers yang bebas, pemilu LUBER) belum dielaborasikan dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia. Baik pada masa setelah merdeka, masa Orde Lama maupun Orde Baru.
Kalau pun sudah diterapkan dalam tataran riil, masih belum menyentuh substansi. Contoh, dalam praktik peradilan, masih terdengar adanya mafia peradilan. Mahkamah Agung sendiri sebagai tempat terakhir bagi pencari keadilan, sedang dan terus direformasi.
Demikian pidato pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta Profesor Doktor Sugiaryo berjudul "Konstitusi dan Pergeseran Kekuaan Legislatif" di hadapan Senat Terbuka Unisri Surakarta, Sabtu, (17/9/2022).
"Dengan kelemahan-kelemahan yang di UUD 1945, terbuka kemungkinan untuk melakukan amandemen atau perubahan," kata Prof Dr Sugiaryo, ketika menyampaikan pidato pengukuhan.
Ketua Yayasan Perguruan Tinggi (YPT) Slamet Riyadi Surakarta Sularno dan Rektor Universitas Slamet Riyadi Surakarta Prof Dr Sutardi memberi apresiasi pengukuhan Prof Dr Sugiaryo sebagai guru besar. Dengan pengukuhan itu, kini sudah ada dua guru besar di Unisri.
Keduanya juga berharap, akan banyak lagi guru besar yang lahir di Unisri. Menurut mereka, kehadiran guru besar memperlihatkan kualitas perguruan tinggi tersebut. "Kita mendorong para dosen yang sudah doktor untuk menjadi guru besar," kata Sularno.(**)
Editor : Langgeng Widodo