Umat Hindu di Bali akan menggelar Upacara Pengrupukan, yakni memberikan sesajen caru dan biasanya diiringi pula dengan arak-arakan ogoh-ogoh yang merupakan simbol dari bhuta kala.
Sementara arak-arakan dilakukan malam hari dan diakhiri dengan pembakaran ogoh-ogoh sebagai simbol bahwa kekuatan negatif sudah dinetralisir.
Menjelang matahari terbit di ufuk timur, barulah umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi. Ketika merayakan Nyepi itulah umat Hindu di Bali memperoleh pembelajaran untuk mengendalikan diri dengan cara tidak bepergian dan tidak beraktivitas/bekerja.
Selain itu, masyarakat Bali tidak melakukan aktivitas yang dapat mencemarkan badan atau menikmati bermacam hiburan. Mereka juga tidak menyalakan api atau lampu yang biasa disebut Catur Bratha Penyepian.
Usai melaksanakan Catur Bratha Penyepian, Hari Nyepi kemudian ditutup hari Ngembak Geni yang berarti bebas menghidupkan api.
Lazimnya, umat Hindu juga saling mengunjungi keluarga dan teman, agar bisa saling memaafkan atas segala kekhilafan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
Editor : Achmad Fakhrudin