JAKARTA, iNewsMuria - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyeret nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan keterangan dalam sidang pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang menjadikannya sebagai terdakwa.
SYL menyebut, kebijakan yang diambilnya termasuk menarik uang dari bawahan saat menjadi Mentan sebagai tindak lanjut dari instruksi Presiden karena ada peringatan krisis pangan akibat pandeni Covid dan El Nino.
"Ada perintah extraordinary oleh kabinet dan Presiden atas nama negara untuk mengambil sebuah langkah yang extraordinary atau diskresi berdasarkan undang-undang," kata SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2024).
Pernyataan itu disampaikan Syahrul Yasin kepada ahli hukum pidana Universitas Pancasila, Agus Suharso yang menjadi saksi a de charge atau saksi yang meringankan yang diajukan oleh SYL. SYL juga mempertanyakan status hukum yang sedang menjeratnya akibat pengumpulan uang sharing para eselon satu di lingkungan Kementan. Hal ini dikatakan SYL mengingat para saksi yang hadir pada sidang sebelum-sebelumnya mengaku dipaksa mengumpulkan uang oleh SYL melalui Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Dirjen Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta untuk memenuhi kebutuhan sang menteri dan keluarga.
"Izin Yang Mulia, ini perintah Presiden, ini perintah kabinet, ini perintah negara, dan kalau itu terjadi dan ini benar, apakah menteri sendiri yang bertanggungjawab atau negara yang bertanggungjawab?,” ujar SYL.
SYL juga berdalih bahwa uang dari hasil pemerasan terhadap eselon satu tersebut untuk kepentingan 287 juta orang yang terancam tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan.
"Apakah itu bisa diabaikan dalam pendekatan pidana saja atau tetap harus dijadikan bagian-bagian dari aturan hukum yang ada?,” ucap SYL.
Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan terhadap eselon satu di Kementan dan gratifikasi Rp 44,5 miliar. Dia didakwa melakukan perbuatan itu bersama bekas Sekjen Kementan Kasdi dan eks Direktur Kementan Muhammad Hatta.
Editor : Langgeng Widodo