SOLO, iNewsMuria.id - Pengelolaan lahan perkebunan teh di wilayah Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah yang dilakukan PT Tjandi Tunggal Wedari memicu sengketa dengan Pangdam IV/Diponegoro.
Sehingga PT Tjandi Tunggal Wedari yang merasa dirugikan, mengajukan gugatan perdata kepada Pangdam IV/Diponegoro, karena dipandang telah menghalangi proses sertfikasi Hak Guna Usaha (HGU) terhadap lahan tersebut.
Lahan perkebunan teh seluas ratusan hektar itu sendiri semula dikelola bersama oleh PT Tjandi Tunggal Wedari dan PT Rumpun Sari Antan.
Namun seiring berjalannya waktu pada 15 Maret 2021, kedua perusahaan sepakat melakukan tukar guling. Di mana hak pengelolaan PT Rumpun diserahkan secara keseluruhan kepada PT Tjandi, dan sebagai gantinya PT Tjandi menyerahkan seluruh saham kepemilikan di kebun jati Pablengan, Kabupaten Kendal kepada PT Rumpun.
Usai terjadi kesepakatan, PT Tjandi pun lantas mulai melakukan pengurusan legalitas tanah tersebut ke Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Cilacap.
Namun permasalahan mulai muncul saat beberapa waktu lalu Pangdam IV/ Diponegoro, yang merupakan pembina dalam Yayasan Rumpun Diponegoro memanggil direksi PT Tjandi. Yayasan Rumpun Diponegoro sendiri adalah yayasan yang menaungi PT Rumpun Sari Antan.
Saat itu Pangdam mencoba bertanya terkait proses tukar guling yang telah dilakukan antara PT Tjandi dan PT Rumpun.
"Saat itu Pangdam hanya sebatas bertanya terkait gambaran bentuk kesepakatan yang terjadi antara PT Tjandi dan PT Rumpun. Dan semua sudah saya jelaskan dengan gamblang," ujar Dr. Kadi Sukarna, SH, MHum kuasa hukum yang mewakili PT Tjandi Tunggal Wedari saat bertemu awak media pada Selasa 4 Juni 2024, di sebuah rumah makan di Solo.
Namun, masalah semakin rumit ketika Pangdam kembali memanggil direksi PT Tjandi tanpa mengizinkan kehadiran kuasa hukum.
PT Tjandi tidak memenuhi panggilan ini, karena menurut Kadi Sukarna, secara hukum, Pangdam tidak memiliki kapasitas untuk melakukan tindakan tersebut.
Ketegangan mulai muncul ketika PT Tjandi menerima informasi dari BPN Cilacap bahwa Pangdam IV/ Diponegoro mengirim surat resmi yang meminta penghentian proses sertifikasi lahan kebun teh Cilacap, tertanggal 27 Mei 2024.
Menurut Kadi, tindakan Pangdam ini merupakan bentuk pelanggaran hukum karena seharusnya Pangdam hanya berperan sebagai pembina yayasan tanpa kewenangan mempengaruhi kebijakan perusahaan.
"Sesuai ketentuan dalam pasal 35 ayat 1 Undang-undang RI nomor 16 tahun 2001 dan diubah dalam Undang-undang no 28 tahun 2004 tentang Yayasan, ijelaskan bahwa yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta yang berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah Pengurus, bukan Pembina. Karena itu kami memandang bahwa apa yang dilakukan oleh Pangdam sudah melampaui kewenangan," ungkap Kadi.
Sebagai respons terhadap tindakan Pangdam ini, PT Tjandi Tunggal Wedari bersama kuasa hukumnya, melalui kantor hukum Dr. YB. Irpan SH, MH mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Semarang. Gugatan diajukan secara online pada Selasa 4 Juni 2024 dengan nomor perkara 275/pdt.g/2024.
"Dari kejadian ini kami harus menanggung kerugian besar. Karena untuk pengelolaan lahan tersebut, kami juga bekerja sama dengan pihak lain. Karena akibat surat dari Pangdam itu, maka bukan hanya proses sertifikasi yang terhenti, kerja sama pengelolaan lahan juga terganggu," lanjut Kadi.
"Makanya kami mengajukan gugatan sebesar Rp10 miliar sebagai ganti rugi. Dan secara hukum kami memandang bahwa surat dari Pangdam ini cacat hukum, maka status surat itu juga batal demi hukum," tandasnya. (*)
Editor : Langgeng Widodo