SOLO,iNEWSMURIA.ID-Mantan hakim konstitusi Prof Dr Mahfud MD menjadi pembicara pertama dalam seminar nasional di Unisri Surakarta belum lama ini bertajuk : Autocratic Legalism".
Dalam seminar, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu mendongeng tentang mantan penguasa Jerman Adolf Hitler. Lantaran pesertanya para mahasiswa, Mahfud MD menyesuaikan materi tersebut agar mudah dicerna.
Mahfud MD mulai berceritera, pada mulanya, Adolf Hitler terpilih secara demokratis dalam Pemilu 1933 di Jerman yang pada saat itu mengalami krisis ekonomi. Partai Nazi yang dia dirikan menang mutlak dan menguasai parlemen.
Namun tiga tahun setelah berkuasa, Hitler berubah total. Dia menerapkan sistem fasis yang anti demokrasi. Untuk menopang kekuasaannya, dia menerapkan hukum secara ketat dan otoriter, tanpa memperhatikan hak-hak dan kebebasan individu. Dia juga tidak segan-segan menghabisi lawan politik.
"Ini yang disebut Autocratic Legalism. Di sini kekuasaan pemerintah tidak terbatas dan absolut, sehingga rakyat atau individu tidak memiliki hak untuk memprotes keputusan pemerintah," kata mantan Menko Polhukam itu.
"Dan di akhir perjalanannya, Hitler menjadi musuh bersama, tidak hanya warga Jerman tapi juga musuh dunia. Ada yang bilang, Hitler ditembak mati dalam sebuah pengejaran di trowongan kemudian jasadnya di buang ke laut, tapi ada yang tidak mempercayai hal itu."
Usai mendongeng soal Hitler yang membuat para mahasiswa tertegun, Mahfud MD melompat dan bercerita tentang masa awal Kemerdekaan RI di tahun 1945. Di situ Mahfud MD mengungkap bagaimana para pahlawan berperang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan.
Dia juga bercerita bagaimana dinamika politik yang terjadi kala itu, bagaimana Sukarno- Hata dculik para pemuda sehari sebelum teks proklamasi dibacakan yang kemudian dikenal dengan persitiwa Rengasdengklok.
"Kita harus selalu bangga dengan bangsa kita ini. Sebab kemerdekaan yang diraih Bangsa Indonesia bukanlah hadiah atau pemberian dari penjajah tapi merupakan hasil perjuangan para pahlawan," kata Mahfud MD yang masih kental dengan logat Madura itu.
Setelah itu, Mahfud MD masuk ke masa reformasi dan pasca reformasi. Dalam suasana euforia masyarakat di awal reformasi setelah mengalami represi di era Orde Baru, kata Mahfud MD, kehidupan demokrasi di Indonesia menjadi di awal tahun 2000-an lebih baik karena tanpa tekanan. Pemilu dan Pilkada di berbagai daerah sepanjang tahun berlangsung LUBER dan JURDIL.
Namun beberapa tahun belakangan ini, Mahfud MD mengaku merasa prihatin. Pemerintahan yang sebelumnya terpilih secara demokratis dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat kemudian berubah menjadi sentralistik, oligarki, dan cenderung otoriter.
Sehingga, kehidupan demokrasi jadi amburadul. Pemilu menjadi mahal, baik itu pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR/DPRD maupun pemilihan kepala daerah. Dan lebih memprihatinkan lagi ada "cawe-cawe", khususnya dalam Pilpres dan beberapa Pilkada di sejumlah daerah.
Tidak hanya itu, sistem hukum jauh lebih parah lagi, karena untuk menopang kekuasaan. Tengok saja, untuk melanggengkan kekuasaan, konstitusi ditabrak, hukum direkayasa, diubah, dengan terlebih dahulu menempatkan "keluarganya" atau kroninya di pucuk pimpinan lembaga konstitusi tersebut. Produk hukum juga tidak aspiratif bagi rakyat dan hanya menguntungkan penguasa.
Agar praktek-praktek kolusi dan nepotisme tidak terjamah, lembaga lembaga penegak hukum juga dikondisikan dengan menempatkan orang orangnya di pucuk pimpinan. BUMN, tambang, dan sumber sumber ekonomi lainnya dikuasai dan dikeruk untuk kepentingan pribadi dan oligarki.
Dengan dukungan dari berbagai lini yang sebelumnya telah direkayasa ini, apa yang dilakukan oleh penguasa seolah-olah benar. Apalagi pencitraan juga tetap terus dilakukan agar pemerintahan tampak clean government.
"Pendek kata, ini bisa disebut praktek autocratic legalism di negeri ini. Kasus korupsi dijadikan sarana transaksional dijadikan sandra politik. Para koruptor dari kelas kakap sampai kelas kambing tidak akan dijerat hukum kalau mau berkomplot, kalau tidak ya tahu sendirilah," kata Mahfud MD.
Meski Mahfud MD memberi gambaran Negara Kesatuan Republik Indonesia sedemikian rupa, namun dia mengajak para peserta seminar mengajak para para mahasiswa untuk tetap mencintai negeri ini. Dengan tetap berbuat baik, memperjuangkan demokrasi dan penegakan hukum.
"Ya, kita harus tetap optimis dan mencintai negeri ini serta menjadikan negeri ini lebih baik lagi," ajak Mahfud MD.(*)
Editor : Langgeng Widodo
Artikel Terkait