JAKARTA, iNewsMuria - Searce, perusahaan konsultan teknologi terkemuka, baru-baru ini merilis laporan State of AI 2024. Laporan itu mengungkap temuan penting dari survei terhadap 300 eksekutif teknologi senior dan C-suite, termasuk Chief AI Officer, Chief Data & Analytics Officer, Chief Transformation Officer, dan Chief Digital Officer dari organisasi dengan pendapatan minimal $500 juta di Amerika Serikat dan Inggris. Laporan ini mengidentifikasi berbagai tren, tantangan, dan keberhasilan dalam pengambilan keputusan, strategi, dan eksekusi terkait pengembangan dan implementasi AI di dunia bisnis.
Menurut Benedikta Satya, Country Director Searce Indonesia, adopsi AI di Indonesia terus menunjukkan tren positif, meski banyak yang masih menghadapi kesulitan dalam mengoptimalkan teknologi AI untuk hasil maksimal.
"Adopsi AI terus meningkat di Indonesia, mencerminkan keyakinan yang semakin tumbuh dalam teknologi ini untuk mendorong inovasi dan efisiensi bisnis," ujar Benedikta.
Laporan State of AI 2024 mencatat bahwa meskipun anggaran untuk inisiatif AI terus meningkat, tingkat keberhasilan implementasinya masih belum merata. Hanya 51% responden yang menganggap inisiatif AI mereka “sangat berhasil,” sementara 42% menyebutkan bahwa keberhasilan inisiatif tersebut hanya “agak berhasil.” Meskipun ada masalah dalam hal ROI, sekitar seperempat responden mengungkapkan rencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam AI lebih dari 50% pada 2024 dan tahun-tahun berikutnya. Bahkan, 7% responden menyatakan bahwa anggaran mereka untuk inisiatif AI bisa mencapai lebih dari $25 juta pada tahun ini.
Benedikta menekankan pentingnya pendekatan yang berpusat pada hasil dalam implementasi AI. Ia menyarankan bahwa untuk mendapatkan ROI yang optimal, organisasi harus memiliki visi yang jelas dan didukung oleh tata kelola yang baik, kerangka kerja yang terukur, serta proses manajemen yang berkelanjutan.
"Organisasi perlu membangun tujuan bisnis yang terukur sejak awal untuk menghasilkan manfaat yang signifikan dan dapat dipertanggungjawabkan," tambahnya.
Namun, adopsi AI bukan perkara mudah karena harus menghadapi berbagai tantangan. Laporan tersebut mengidentifikasi tiga hambatan terbesar yang dihadapi oleh organisasi dalam implementasi AI. Privasi data menjadi masalah utama bagi 45% responden, diikuti oleh masalah penggunaan teknologi lama (40%) dan kurangnya sumber daya yang berkualitas (40%). Benedikta menyarankan agar perusahaan terlebih dahulu mengidentifikasi dan memitigasi hambatan-hambatan ini agar dapat mengoptimalkan jalur adopsi AI mereka.
Selain itu, GenAI (Generative AI) menjadi fokus utama bagi banyak organisasi. Sekitar 70% responden melaporkan bahwa mereka memiliki setidaknya tiga proyek bisnis yang menggunakan GenAI dalam operasional mereka. GenAI banyak digunakan untuk mendukung layanan pelanggan (68%), penelitian internal (60%), dan pembuatan konten (53%). Penggunaan GenAI dalam industri semakin berkembang seiring dengan kemampuannya yang efisien dan dapat diandalkan dalam berbagai aplikasi bisnis.
Di sisi lain, hampir dua pertiga (63%) organisasi memilih untuk membeli solusi AI yang sudah ada di pasar daripada membangunnya secara internal. Sebanyak 54% mengatakan mereka membeli solusi yang tersedia namun juga bermitra dengan pihak lain untuk layanan terkait, sementara hanya 9% yang sepenuhnya mengandalkan solusi internal untuk menjalankan bisnis mereka. Ini menunjukkan bahwa meskipun banyak perusahaan mengakui potensi besar AI, mereka lebih memilih untuk bekerja sama dengan penyedia solusi AI yang sudah teruji di pasar.
Searce memberikan gambaran yang jelas tentang keadaan adopsi AI saat ini lewat laporan Laporan State of AI 2024. Ini merupakan tantangan sekaligus peluang yang ada di masa depan. Dengan terus berkembangnya teknologi, perusahaan harus lebih cermat dalam merancang strategi AI yang tepat, serta mengatasi hambatan yang ada untuk memastikan bahwa investasi mereka memberikan hasil optimal dan berkelanjutan.
Editor : Langgeng Widodo
Artikel Terkait