PATI,iNewsMuria.id-Nyi Banoewati, seorang penjaga museum pusaka dan pembuat seragam prajurit Kerajaan Majapahit di abad ke XVI melonjak gembira, tatkala sang kekasih Joko Pakuwon datang menghampiri di Teras Pandelikan.
Tak sadar, tangan si nyai mencoret kain batik dengan canting berisi malam, yang memang saat itu tengah membatik. Coretan itu membentuk motif garis-garis pendek.
Di kemudian hari, Nyi Banoewati menyempurnakan garis-garis itu menjadi motif garis silang yang melambangkan kegandrungan atau kerinduan yang tidak terobati. Lantas dinamai batik motif gandrung.
Pewarnaannya menggunakan warna alam, atau alami, karena pada saat itu memang belum ada warna sintetis atau kimia. Seperti, kulit pohon tingi yang menghasilkan warna coklat, kayu tegoran warna kuning, dan akar kudu warna sawo matang.
Bagi Nyi Banoewati, kemampuan/ketrampilannya tidak untuk diri sendiri, tapi ditularkan pada orang lain. Ia mengajari membatik masyarakat setempat khususnya di Desa Bakaran.
Motif batik yang diajarkan Nyai adalah motif batik Majapahit. Misalnya, sekar jagat, padas gempal, magel ati, dan limaran. Para pembatik itu juga mengembangkan motif kontemporer, antara lain motif pohon druju (Juwana), gelombang cinta, kedele kecer, jambu alas, dan blebak urang. Kemudian menjadi ciri khas batik bakaran adalah motif retak atau remek.
Konon, dahulu para perajin sebelum proses pembatikan dimulai, mereka melakukan ritual. Ada yang puasa tiga hari, ada yang satu minggu, ada yang satu bulan ada yang 40 hari.
Setelah puasa, perajin melakukan pertapaan/nyep untuk mendapatkan inspirasi/ilham, sehingga suatu ketika atau secara tiba-tiba tidak tersadari mendapat gambaran/bayangan motif batik yang akan dibuat.
Biasanya motif itu menggambarkan kondisi masyarakat dan memberikan pesan moral pada masyarakat. Ada juga menunjukkan latar belakang si perajin itu sendiri. Jadi setiap motif batik ada maksud dan tujuan yang diharapkan pembatik.
Dalam perjalanannya batik tulis di Desa Bakaran Kecamatan Juwana Kebupaten Pati terus berkembang. Bahkan menjadi produk unggulan perdagangan antar pulau melalui pelabuhan Juwana dan menjadi tren pakaian para pejabat Kawedanan Juwana. Kemudian meredup seiring perjalanan waktu.
Kini, batik bakaran sudah ada yang dipatenkan oleh Ditjen HAKI sebagi motif batik milik Kabupaten Pati. Ada 17 motif yang terpatenkan, semua motif klasik. Di antaranya motif blebak kopik, rawan, liris, kopi pecah, truntum, gringsing, sidomukti, sidorukun, dan limaran, dan lain sebagainya.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Pati Faiza Henggar dan Kepala Dinas Perindustrian setempat, Minggu (21/5/2023), berkunjung ke sentra batik tulis di Desa Bakaran Kecamatan Juwana.
Menurutnya, Batik Bakaran adalah batik tulis yang memiliki motif dan ciri khas yang unik yang jarang dijumpai di daerah lain. "Batik Bakaran telah dianugerahi sebagai salah satu warisan budaya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI," kata Faiza.(*)
Editor : Langgeng Widodo
Artikel Terkait