Meski kini hanya kota kecamatan dengan 29 desa, namun siapa sangka bahwa Juwana itu merupakan kota kabupaten yang dipimpin seorang adipati, yakni pada era Kerajaan Mataram Islam, sekitar abad 17.
Saat itu, Kadipaten/Kabupaten Juwana berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram yang dipimpin Sultan Agung Hanyongkro Kusumo. Oleh Sultan Agung, Tumenggung Bahurekso diutus menjadi Bupati Juwana pada 1628-1682.
Tujuan dari pengutusan itu untuk meredam keributan/peperangan, karena Kabupaten Juwana yang kaya raya, terutama hasil laut dan pertanian, banyak diperebutkan oleh kerajaan-kerajaan lain.
Meski Juwana akhirnya menjadi kabupaten, namun peperangan tak bisa dihindari. Itu terjadi lantaran sikap pemerintah Hindia Belanda yang bekuasa saat itu, yang mengutus Bupati Pati Raden Haryo Condrodiningrat memimpin Juwana.
Kabupaten Juwana dengan luas wilayah 55,93 KM itu akhirnya dilebur oleh Belanda menjadi satu dengan Kabupaten Pati, dan dibentuk pemerintahan sendiri yang lebih kecil.
“Pada 1902, status Juwana diubah dari kabupaten menjadi kawedanan yang dipimpin Patih Suryodipuro. Dan pada 1980, pemerintah RI menghapus kawedanan di seluruh wilayah Nusantara dan Juwana akhirnya kecamatan,” kata Samudi, budayawan setempat.(*)
Editor : Langgeng Widodo
Artikel Terkait