get app
inews
Aa Text
Read Next : Amankan Arus Mudik dan Balik Lebaran, Polres Gelar Apel Pasukan Operasi Ketupat Candi 2025

Kontroversi TNI Jaga Kejaksaan, Pakar Hukum Soroti Potensi Tumpang Tindih dengan Polri

Senin, 19 Mei 2025 | 18:14 WIB
header img
Prof. Henry Indraguna, akademisi sekaligus pakar hukum.

JAKARTA, iNewsMuria - Pengamanan institusi kejaksaan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) baru-baru ini menuai kontroversi. Polemik muncul yang menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat perihal alasan pengamanan kantor kejaksaan di seluruh Indonesia. Hal ini memicu perdebatan sengit mengenai batas peran militer dalam ranah sipil dan landasan hukumnya.

Publik mempertanyakan dasar legalitas dan urgensi pelibatan TNI dalam tugas yang selama ini diemban oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pertanyaan krusial muncul mengenai potensi tumpang tindih kewenangan dan implikasinya terhadap supremasi hukum serta tatanan sipil yang demokratis.

Pakar hukum dan akademisi, Prof Dr Henry Indraguna, SH. MH, menjelaskan bahwa secara yuridis, keterlibatan TNI dimungkinkan melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Menurutnya, UU tersebut membuka peluang bagi TNI untuk membantu pemerintah dan mendukung Polri dalam menjaga keamanan, termasuk mengamankan objek vital nasional melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Doktor Ilmu Hukum UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini menegaskan bahwa langkah ini hanya dapat dibenarkan jika didasarkan pada keputusan politik negara yang sah, seperti perintah presiden atau adanya nota kesepahaman resmi. Beliau juga menyoroti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang secara eksplisit menyatakan bahwa pengamanan institusi sipil, termasuk kejaksaan, merupakan tanggung jawab utama Polri.

"Sebaliknya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri menegaskan bahwa pengamanan institusi sipil, termasuk kejaksaan, adalah tanggung jawab utama Polri," ujar Prof Henry di Jakarta, baru-baru ini. 

Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2015 juga memberikan batasan yang jelas terkait peran TNI, hanya pada situasi yang mengancam stabilitas nasional dan memerlukan koordinasi erat dengan Polri.

Lebih lanjut, Prof Henry Indraguna memperingatkan tentang potensi risiko yang timbul akibat pelibatan TNI tanpa dasar hukum yang kuat. Beliau menekankan bahwa hal ini dapat memicu dualisme komando, ketidakpastian akuntabilitas, dan bahkan membuka celah terjadinya pelanggaran prosedur hukum yang berlaku.

"Pelibatan TNI tanpa dasar hukum yang jelas dapat memicu dualisme komando dan bahkan pelanggaran prosedur hukum," tegas Waketum DPP Bapera ini. 

Prof Henry juga menyoroti bahwa kejaksaan hanya memiliki satuan pengamanan internal yang terdiri dari satpam dan petugas sipil, tanpa adanya struktur militer, sehingga memperkuat argumentasi bahwa Polri adalah pihak yang paling tepat untuk mengamankan institusi tersebut.

Profesor dari Unissula Semarang ini menekankan pentingnya adanya prosedur formal yang jelas dan mengikat untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang dalam pelibatan TNI. Tanpa regulasi yang ketat, langkah ini berisiko menimbulkan kontroversi politik dan hukum yang berkepanjangan di masyarakat.

"Menurut pemikiran filsuf postmodern kekuasaan tidak pernah netral, ia selalu beroperasi dalam jaringan relasi yang kompleks dan sering kali ambigu," ucap Prof Henry mengutip pendapat Filsuf Dunia Michel Foucault. 

Oleh karena itu, Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini mengingatkan agar pelibatan TNI, sebagai representasi kekuasaan militer, harus diatur secara cermat agar tidak menimbulkan ambiguitas atau penyalahgunaan dalam konteks sipil.

Untuk menghindari potensi masalah di kemudian hari, dia mengusulkan beberapa langkah konkret yang perlu dipertimbangkan. Langkah-langkah tersebut meliputi penyusunan nota kesepahaman yang jelas antara kejaksaan dan TNI, penguatan satuan pengamanan internal kejaksaan dengan sinergi bersama Polri, revisi Undang-Undang TNI dan Polri untuk memperjelas pembagian peran, serta pemberlakuan izin resmi dari Presiden atau Menteri Pertahanan untuk pengamanan acara atau kasus khusus oleh TNI.

"Ketiga, pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang TNI dan Polri untuk memperjelas pembagian peran, terutama terkait pengamanan institusi sipil. Dan terakhir, pengamanan acara atau kasus khusus oleh TNI harus didasarkan pada izin resmi dari Presiden atau Menteri Pertahanan," tandas Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI. 

Pelibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan, menurutnya, dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua. "Namun, jika tak dilindungi payung hukum ada risiko politis dan pelanggaran prosedur hukum akan selalu mengintai,” kata Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini. 
 

Editor : Arif F

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut