get app
inews
Aa Read Next : Salurkan Dana Subsidi FLPP, BP Tapera Gandeng 40 Bank : Masyarakat Banyak Pilihan

10% KPR dari Perbankan harus Dialokasikan ke Pekerja di Sektor Informal, Mulai 2025

Kamis, 29 Agustus 2024 | 13:02 WIB
header img
Talkshow bertajuk "Solusi Inovatif Untuk Hunian Terjangkau Milenial dan Gen Z" yang digelar oleh SMG, Rabu (28/8/2024)

SOLO,iNewsMuria.id-Perbankan penyalur fasilitas likuditas pembiayaan perumahan (FLPP) nantinya wajib mengalokasikan 10 persen KPR-nya bagi pekerja di sektor informal.

Kebijakan itu untuk menjawab keluhan masyarakat terkait sulitnya pekerja di sektor informal dalam mengakses kredit pemilikan rumah (KPR) untuk dapat memiliki rumah bersubsidi.

Menurut Kadiv Penyaluran Pembiayaan BP Tapera, Alfian Arif, kebijakan itu mulai diberlakukan 1 Januari 2025 dan saat ini regulasi sebagai payung hukum tengah disiapkan.

"Untuk persyaratannya mungkin bisa dipermudah," kata Alfian Arif, usai menjadi pembicara dalam talkshow bertajuk "Solusi Inovatif Untuk Hunian Terjangkau Milenial dan Gen Z" yang digelar oleh SMG, Rabu (28/8/2024).

Selain Alfian Arif, talkshow yang dimoderatori Rini Yustiningsih itu juga menghadirkan ketua DPD REI Jawa Tengah Suhartono, dan Kasubdit Kemudahan dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kemen PUPR, Samson Sibrani.

Alfian Arif menjelaskan subsidi perumahan FLPP dari pemerintah ke bank penyalur dalam bentuk eksekutif. Artinya, penyaluran FLPP tersebut berdasar aturan main bank. Karena itu perbankan tetap memperhatikan BI cecking calon debitur atau nasabah.

Selain itu masih ada analisis kredit serta kelancaran dan keberlanjutan pembayaran angsuran. "Nah, persyaratan yang kadang-kadang jadi kendala bagi calon debitur atau nasabah pekerja informal," katanya.

Sementara itu dalam paparannya, Alfian Arif mrngatakan, kelompok pegawai swasta dan pekerja bergaji Rp 2 juta hingga Rp4 juta menjadi kalangan terbanyak yang mengakses fasilitas likuditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau rumah subsidi.

“Kelompok umur yang terbanyak menerima pembiayaan FLPP memang didominasi dari usia 19 tahun hingga 30 tahun. Jadi memang selama 14 tahun terakhir memang mayoritas anak muda,” ujarnya.

Menurut Alfian, realisasi pembiayaan perumahan dari produk KPR Sejahtera (FLPP) tercatat sebanyak 113.377 unit rumah seniali Rp13,82 triliun. Untuk realisasi pembiayaan Tapera sebesar  3.518 unit rumah senilai Rp584,5 miliar. Total realisasi pembiayaan per 27 Agustus 2024, sebanyak 116.895 unit rumah senilai Rp14,4 triliun.

Di sisi lain kalangan pegawai swasta menjadi kelompok terbanyak peminat rumah subsidi, yaitu sebanyak 87.627 orang (77,29%), kemudian wiraswasta sebanyak 13.699 orang (12,08%).

Jika diklasifikasikan berdasarkan kelompok usia, ada sebanyak 70.261 peserta yang berusia 19-30 tahun (61,79%). Disusuk kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 31.237 peserta (27,55%), dan kelomok usia 41 tahun ke atas sebanyak 11.879 peserta.

Hal senada dikatakan Kasubdit Kemudahan dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kemen PUPR, Samson Sibrani. Ia menyebut kelompok milenial masih menjadi kelompok demogratis terbesar yang mencari informasi properti, yaitu sebanyak 56,9%.

Terdapat fenomena baru, Gen Z yang berusia di bawah 25 tahun dan baru berkarier mulai menunjukkan minat dalam membeli rumah pertama yaitu 5,4%.

Menurutnya, sebanyak 40,95% milenial ingin membeli sendiri rumah impian mereka, dan 61% milenial belum memiliki rumah. Rata-rata penghasilan milenial adalah Rp8,5 juta per bulan dengan kemampuan harga hunian milenial adalah sekitar Rp200 juta hingga Rp900 juta.

"Kaum milenial memiliki persepsi khusus terhadap kepemilikan rumah. Kelomok generasi muda ini cenderung mencari hunai yang berlokasi di pinggir atau perbatasan kota," tandasnya.

Mereka juga mempertimbangkan ketersediaan fasilitas pendidikan anak usia 2-10 tahun. Fasilitas klinik, apotek, pusat perbelanjaan, taman, hingga fasilitas olahraga dan transportasi umum. Namun, ada beberapa alasan kelompok milenial yang belum memiliki rumah, mulai dari belum menemukan yang tepat, belum mampu secara finansial, dan masih ada cicilan lain.

Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah (Jateng), Suhartono menyebut pengajuan kredit dari anak muda seringkali tidak disetujui oleh perbankan. Karena skor sistem layanan informasi keuangan (SLIK) atau dulunya dikenal dengan BI Checking.

"Kaum muda yang mengakses pinjaman online (pinjol) atau layanan paylater juga berdampak terhadap karakter calon nasabah sebagai pertimbangan penyaluran kredit," pungkasnya.(*) 

Editor : Langgeng Widodo

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut