JAKARTA, iNews.id - Apa itu tradisi kejawen? Kejawen adalah suatu pandangan atau pedoman hidup yang dianut oleh sebagian orang terutama suku Jawa dan suku lain yang tinggal di pulau Jawa. Dalam konteks lika-liku-laku.
Kejawen berasalkan dari pemahaman dan filsafat sepanjang peradaban orang Jawa. Sifat kepercayaan ini universal dan dapat berdampingan baik dengan agama-agama lainnya yang dianut di zamannya. Masih banyak hal yang perlu kita ketahui tentang Kejawen sebagai suatu pedoman.
Artikel ini berusaha menjawab, apa itu tradisi Kejawen secara tuntas dan komoleks. Berikut penjelasan tentang teori konspirasi.
Kata kejawen diambil dari kata “Jawa” yang memiliki arti “segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan jawa (Kejawen). Secara terminologi umum kejawen diartikan sebagai filsafat yang memiliki ajaran tertentu terutama dalam membangun tata krama.
Pendapat universal soal kejawen mencakup seni, budaya, ritual, sikap, tradisi dan filosofi orang-orang Jawa. Selain itu, kejawen juga diartikan sebagai jalan spiritualitas oleh suku Jawa.
Kepercayaan Kejawen tidak sama dengan agama monoteistik seperti Islam dan Kristen akan tetapi melihatnya sebagai paham hidup atau suatu wawasan. Kemudian pandangan hidup kejawen dibarengi dengan perilaku ibadah.
Ajaran kejawen Jawa mengakui terhadap keesaan Tuhan, sehingga inti dari kejawen adalah mengarahkan insan “Sangkan Paraning Dumadhi” artinya “Dari mana datang dan kembalinya hamba Tuhan”.
Selain itu ajaran kejawen mengajarkan hambanya untuk seiya sekata dengan Tuhan: “Manunggaling Kawula lan Gusthi” artinya “Bersatunya hamba dengan Tuhan”. Dari situlah terbentuk misi dari ajaran kejawen.
Ajaran kejawen memiliki empat misi yaitu, Mamayu Hayuning Pribadhi (Sebagai rahmat bagi pribadi), Mamayu Hayuning Kulawarga (sebagai rahmat bagi keluarga), Mamayu Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi sesama manusia), dan Mamayu Hayuning Bhawana (sebagai rahmat bagi alam semesta).
Hal itu tidak sama dengan enam agama yang diakui di Indonesia yang memiliki kitab suci, kejawen tidak memiliki kitab suci. Akan tetapi orang jawa memiliki sandi yang tersirat dalam semua segi kehidupan untuk membentuk laku tata krama.
Perihal sandi itu banyak tertuang dalam karya tulis seperti Sastra Kawi (Nasihat), Macapat (Wejangan), Babad (Sejarah), Suluk (Jalan Supranatural), Kidung (Doa), Piwulang (Pengajaran), dan Primbon (Himpunan). Semua tersaji dalam aksara jawa atau huruf pegon.
Aliran Kejawen memiliki konsep seimbang tanpa terpaku oleh aturan yang ketat. Sifat ini paling mirip dengan sifat yang ada pada konfusianisme atau agama Konghucu, akan tetapi konsep ajarannya berbeda.
Ibadah atau perilaku dalam ajaran kejawen ini berupa instrumen adat khas Suku Jawa, seperti wayang, keris, pembacaan mantra, pemakaian bunga-bunga tertentu yang memiliki simbol dan filosofi tertentu dan lain sebagainya.
Semua simbol itu memiliki makma dan dapat menampakkan sisi yang magis sehingga banyak orang yang memanfaatkan kejawen dengan praktik agama, kesehatan bahkan perdukunan. Padahal hal itu tidak diajarkan di aliran kejawen ini.
Kehebatan aliran ini adalah kemampuannya dalam beradaptasi dan mampu mengadopsi ajaran agama pendatang, seperti Hindu, Kristen, Budha, maupun Islam. Hal ini dianggap sebagai gejala sinkretisme yang memperkaya cara pandang tentang perubahan zaman.
Kejawen muslim merupakan cabang dari cara pandang aliran kejawen. Sultan Agung Mataram merupakan filsuf peletak pondasi kejawen muslim yang mempengaruhi upacara pada hari-hari penting.
Orang-orang yang percaya kejawen melakukan tradisi pada hari-hari penting seperti Sepasaran (upacara kelahiran), Mantenan (upacara pernikahan), Mangkat (upacara kematian), Suran 1 Sura, Riad Kupat, Megeng Pasa, Megeng Sawal, Muludan, Sekaten dan lainnya.
Beberapa aliran kejawen yang terdapat di dunia ada beragam jenis tergantung sifat reaktif terhadap agama tertentu. Cabang aliran kejawen yaitu, Sapta Dhar
Editor : Achmad Fakhrudin