PATI,iNewsMuria.id-Raden Kembangjoyo menangkap empat orang yang mencuri semangka dan mentimun di ladang/sawah milik kakaknya, Ki Sukmayono, panemu di wilayah Majasemi.
Lantaran hanya sebagai penunggu, Kembangjoyo menyerahkan para pencuri kepada kakaknya. Namun setelah mendengar pengakuan para pencuri, Ki Panemu Sukmayono justru melindungi, menjamu, dan memperlakukan secara baik.
Kepada Ki Sukmayono, Dalang Soponyono yang membawa tiga perempuan cantik, yakni dua adiknya Ambarsari dan Ambarwati serta Dewi Ruyung Wulan anak dari Adipati Carangsoko, Puspo Handung Joyo, tengah melarikan diri.
Pelarian dilakukan ketika malam resepsi saat wayangan lantaran Dewi Ruyung Wulan tak mau dijodohkan dengan anak Adipati Paranggaruda, Yudhopati, yakni Raden Jaseri yang cacat fisik, wajahnya jelek, dan sering keluar air liur.
Selain diburu Adipati Yudhopati dan pasukan Kadipaten Paranggaruda, Dalang Soponyono, Dewi Ruyung Wulan, serta Ambarsari dan Ambarwati juga dicari Adipati Puspo Handung Joyo dan pasukan Kadipaten Carangsoko.
“Tinggal di sini semaumu, masalah Paranggarudo biar kami yang akan menghadapi," kata Ki Sukmayono sambil mempersilahkan Dalang Soponyono.dan ketiga perempuan itu untuk beristirahat.
Dan sebagai ucapan terima kasih, Dalang Soponyono menyerahkan adiknya Ambarsari pada Panemu Majasemi Ki Sukmayono yang kemudian dijadikan selir. Sedang Ambarwati diserakan pada Kembangjoyo, sementara Dewi Ruyung Wulan akan dikembalikan kepada bapaknya, Adipati Carangsoko, Puspo Handung Joyo.
Mengetahui Dalang Soponyono dan Dewi Ruyung Wulan dilindungi Ki Sukmayono, betapa marahnya Adipati Yudhopati pada Panemu Majasemi itu. Maka terjadilah pertempuran yang sangat seru antara Adipati Yudhopati bersama pasukan dari Kadipaten Paranggaruda dengan Ki Sukmayono bersama pengikutnya dari Panemu Majasemi.
Pertempuran begitu dahsyat, banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak, termasuk Ki Panewu Sukmoyono yang gugur dalam pertempuran yang tidak imbang itu.
Mendengar kakaknya, Sukmayono gugur, Raden Kembangjoyo marah, mengamuk. Dengan memegang keris Rambut Pinutung kuluk Kanigoro, Kembangjoyo menghancurkan Pasukan Paranggarudo.
Mereka dibantu pasukan Carangsoko. Pertempuran dahsyat antara Patih Singopati dengan Patih Singopadu, memporsir energi sehingga keduanya gugur di medan laga. Demikian pula Adipati Yudhopati. Pertempuran di Majasemi berakhir dengan membawa banyak korban.
Pertempuran usai, Ki Soponyono mengantarkan Dewi Ruyung Wulan bersama Raden Kembangjoyo ke Kadipaten Carangsoko. Sebagai ucapan terima kasih, Dewi Ruyung Wulan diberikan kepada Raden Kembangjoyo untuk dijadikan istri, karena Kembangjoyo berhasil mengalahkan Yudhopati, adipati Paranggarudo.
Kemudian Kembangjoyo menetap di Carangsoko menggantikan Puspo Handung Joyo sebagai pemimpin kadipaten. Ia juga diangkat menjadi Adipati setelah menggabungkan tiga wilayah, yakni Kadipaten Paranggarudo, Carangsoko dan Majasemi menjadi satu kadipaten yang kelak diberi nama Kadipaten Pati.
Peleburan itu telah menciptakan kerukunan dari tiga wilayah yang bertikai. Untuk lebih memantapkan dalam memimpin kadipaten, ia mengajak Dalang Soponyono memperluas wilayah kekuasaan dan mencari lokasi yang baik sebagai pusat pemerintahan.
Lantas, Raden Kembangjaya dan Dalang Soponyono yang kemudian berganti menjadi Raden Soponyono menuju hutan Kemiri. Dan segeralah hutan tersebut dibabat untuk pusat pemerintahan kadipaten.
Pada saat itu, alas atau Hutan Kemiri masih dihuni oleh beberapa binatang seperti Singa, Gajah dan binatang buas lainnya, selain itu juga dihuni kerajaan siluman. Kembangjoyo dan Soponyono bahu membahu melawan kerajaan Siluman tersebut.
Akhirnya dengan kesaktian Kembangjoyo, siluman menyerah. Dan untuk menangkal makhluk-makluk halus, Soponyono menggelar selamatan dengan memainkan wayang di Hutan Kemiri. Maka sirnalah pemimpin siluman beserta anak buahnya, lari dari hutan kemiri.
Esok harinya Kembangjoyo dan Soponyono beserta para parajurit Carangsoko melanjutkan pekerjaan, membuka Hutan Kemiri menjadi perkampungan. Di tengah mereka sedang membuka hutan datanglah seseorang memikul gentong berisi air.
“Berhenti kisanak!, siapa namamu dan apa yang sedang kau pikul itu?” tanya Kembangjoyo.
“Saya Ki Sagola, dan gentong yang kupikul ini berisi dawet, aku terbiasa berjualan lewat sini," jawab orang itu.
“Dawet itu minuman apa?, coba saya minta dibuatkan, prajurit-prajurit saya ini juga dibuatkan," pinta Kembangjoyo.
“Ya. Tapi saya mau tanya, kenapa hutan ini ditebangi, kasihan para binatang pada lari ke gunung?” tanya Ki Sagola.
“Kami sedang membuka hutan ini untuk perkampungan baru, agar kelak dapat menjadi kota raja yang makmur, gemah ripah loh jinawi. Daerah kami dulu sudah tidak memungkinkan kita tempati akibat perang Saudara,” tandas Soponyono.
Raden Kembangjoyo merasa terkesan akan minuman dawet yang manis dan segar itu, maka ia bertanya pada Ki Sagola tentang minuman yang baru diminumnya. Ki Sagola menceritakan bahwa minuman ini terbuat dari pati yang diberi santan kelapa dan gula aren/kelapa.
Mendengar jawaban itu Raden Kembangjoyo terispirasi, kelak kalau pembukaan hutan selesai akan diberi nama Kadipaten Pati Pesantenan. Dalam perkembangannya Kadipaten Pati Pesantenan menjadi makmur gemah ripah loh jinawi di bawah kepemimpinan Kembang Joyo.
Dan dalam perjalanannya, Kadipaten Pati Pesantenan berubah namanya menjadi Kabupaten Pati, hingga sekarang yang diperingati setiap tanggal 7 Agustus.(*)
Editor : Langgeng Widodo