DENPASAR, iNewsMuria.id - Demi menetralisir kekuatan negatif serta menjaga keharmonisan alam semesta, umat Hindu di Desa Pakraman Kesiman, Denpasar, Bali menggelar tradisi Ngerebong, pada Minggu 22 Januari 2023.
Tradisi ini merupakan tradisi rutin yang digelar tiap 7 bulan sekali, tepatnya pada hari Minggu Pon wuku Medangsia.
Upacara ini merupakan bentuk pelestarian sistem pemerintahan raja-raja yang dikemas dengan sistem religi, yang sarat makna menjaga keseimbangan/keharmonisan baik sosial, ekonomi, lingkungan dan spiritual (Tri Hita Karana).
Selain sebagai bentuk ruwatan alam, Ngerebong juga sebagai sebuah peringatan kejayaan pemimpin (raja) Kesiman pada era tahun 1860-an, yang menjadi pengendali politik untuk Bali-Lombok.
Dalam pelaksanaannya, tradisi Ngerebong digelar di komplek Pura Agung Patilan, yang secara etimologi memiliki makna tempat menabur benih/atau konsep-konsep yang dimiliki oleh raja/pemimpin.
Prosesi unik menandai pelaksanaan tradisi Ngerebong, di mana di dalamnya ditandai dengan peristiwa kesurupan massal.
Dengan kondisi tersebut, beberapa pria terlihat menunjukkan atraksi menusukkan keris ke tubuh mereka, yang anehnya benda tajam tersebut tidak bisa melukai kulit pelakunya.
Dikutip dari situs warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Ngerebong sebagai ritual upacara dilaksanakan dengan tujuan untuk menyeimbangkan dua kekuatan yang bersifat bertentangan (rwa bhineda), yang terdapat di alam semesta, khususnya di Desa Pakraman Kesiman.
Pelaksanaan upacara Ngarebong tersebut dicerminkan dalam sifat-sifat kekuatan yang bertentangan.
Hal tersebut tampak pada simbol-simbol yang dipergunakan, dengan mengandung makna mitologi tertentu yang masih meresap pada alam pikiran masyarakat Desa Pakraman Kesiman.
Lambang-lambang tersebut seperti Barong, Rangda, Cakra, dan Sabuk Poleng.
Upacara Ngerebong pelaksanaannya memilik dua prosesi, yaitu pelaksanaan prosesi Pangider Bhuwana pertama yang menggunakan simbol Barong, Rangda, dan penari Keris.
Dalam prosesi ini diselenggarakan tabuh rah dalam sabung ayam sebanyak tiga kali.
Selanjutnya dalam prosesi Pangider Bhuwana kedua, khusus dilakukan oleh para pemangku dengan menggunakan lambang Cakra dan Sabuk Poleng yang panjangnya sekitar 8 meter.
Kedua rangkaian prosesi dilakukan mengelilingi Bale Wantilan sebagai wujud Bhuwana Agung ke arah kiri dengan makna pembersihan kotoran yang mengancam keselamatan umat manusia, khususnya masyarakat Desa Pakraman Kesiman. (*)
Editor : Langgeng Widodo