SOLO,iNewsMuria.id-Lebih dari 100 orang Diaspora Javanese International dari Belanda, Suriname, dan Singapura menggelar kongres di Solo. Mereka tidak memilih ketua umum selayaknya kongres atau merubah AD/ART organisasi, tapi lebih pada "ngangsu kawruh" budaya Jawa dan berlibur.
"Para diaspora yang selama ini tinggal di luar negeri ini kan keturunan Jawa, mereka bermaksud pulang ke tanah leluhur untuk belajar budaya Jawa, seperti unggah-ungguh, subasita, tata krama dan lainnya," kata ketua panitia Ine Waworuntu, dalam welcome party & speech di Hotel Dana Solo, Senin (9/6/2025).
Dalam welcome party tersebut, para diaspora keturunan Jawa itu disambut KPH Wironegoro dari Kasultanan Yogyakarta. Mereka yang lahir dan hidup di tanah sebrang itu tampak gembira bisa berada di kampung halaman para leluhur mereka.
Nama nama mereka banyak yang menggunakan bahasa Jawa. Mereka juga berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa, meski "ngoko", ada yang lancar ada pula yang "plegak-pleguk". Menyanyi pun lagu-lagu berbahasa Jawa, keroncong dan campur sari. Seru...
"Meski aku urip ning Suriname wis 45 tahun, aku iki wong Jawa lo. Simbah, bapak ibuku asli wong Jowo (meski aku hidup di Suriname sudah 45 tahun, aku ini orang Jawa lo. Kakek nenek, bapak ibuku asli orang Jawa," kata Juliet Moeljoredjo bangga.
Selama lima hari kongres, 10 hingga 14 Juni mereka akan melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan utama adalah nyambangi keraton Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta untuk sowan Suktan Hamengkubuwono X.
Kemudian belajar budaya Jawa, termasuk adat istiadat, tata krama, dan bahasa Jawa. Mereka juga mengikuti pelatihan UMKM, yakni pelatihan pembuatan desain rumah Jawa. Tujuannya agar rumah yang mereka bangun di sana desainnya rumah Jawa, seperti limasan, joglo, dan lainnya.
"Ini adalah kongres keenam diaspora Jawa internasional sejak pertama kali digelar tahun 2015. Pesertanya dari Belanda, Suriname, dan Singapura. Para diaspora ini benar benar ingin menjadi orang Jawa seperti nenek moyangnya, meski mereka tinggal di Belanda, Suriname atau Singapura," kata KPH Wironegoro.
Di sisi lain, KPH Wironegoro melihat bahwa kedatangan para diaspora di Indonesia khususnya di Jawa ini adalah potensi wisata yang cukup besar yang bisa digarap. Apalagi jumlahnya cukup banyak, kedatangan mereka juga rutin dan cukup lama tinggal di Indonesia.
"Dalam urusan wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara, pemerintah masih melihat wisatawan yang itu-itu saja, wisatawan diaspora belum dilirik untuk digarap serius," pungkas KPH Wironegoro.(*)
Editor : Arif F