KUDUS, iNews.id– Kabupaten Kudus merupakan salah satu kabupaten kecil di Jawa Tengah yang hanya memiliki luas wilayah 425,15 Km², meskipun demikian Kudus menyimpan sejuta enigma yang membuat pikiran kita cukup melayang.
Tentu saja, ada apa sih, di Kudus, kota sekecil itu?
Sebelum berpijak di kabupaten yang kerap disebut dengan kota kretek itu, alangkah baiknya kita melihat beranda Kudus dari tiga museum yang kini terdapat di Kudus. Pastinya, dengan melihat tiga museum ini, tentu semakin terngiang untuk segera on the way ke Kudus.
- Museum Jenang
Museum ini letaknya tidak jauh dari titik nol Kabupaten Kudus. Lebih tepatnya, museum yang diresmikan pada 2017 silam ini berada di ± 500 meter di sebelah utara pendapa kabupaten.
Di Museum Jenang anda dapat melihat berbagai diorama yang meyimpulkan bahwa Anda dalam waktu sekejap telah berkeliling di Kudus di masa lampau. Di dalam museum Anda dapat menemui elegannya rumah adat khas Kudus, Menara kudus, dapur Jenang Kudus, dimana Jenang adalah oleh-oleh khas kota yang terkenal sebagai Kota Santri, Omah Kapal.
Pada intinya, sobat Inews, Anda ketika memasuki Museum Jenang ini ada serasa memasuki era Kudus zaman Wali Songo, dimana di Kudus terdapat dua wali yang menyebarkan agama Islam, yakni Sunan Kudus dan Sunan Muria.
- Museum Pati Ayam
Museum ini berada di Gunung Pati ayam Desa Terban, Kecamatan Jekulo, letaknya berpangku jalur dengan jalur pantura. Kalau di Museum Pati Ayam ini, Sobat bakal bertemu dengan peradapan yang telah ada ribuan tahun silam. Yapsss... peradaban pra-sejarah.
Pada era itu, ternyata sudah terdapat budaya, lho. Itu terlihat ketika sobat melihat koleksi museum yang bernama batu kapak penimbas.
Pada tahun 1850-an, Belanda juga pernah menemukan fosil-fosil tulang purba yang ada di Pati Ayam, dalam laporan F Junghuhn kepada Bleeker itu kemudian mereka mengumpulkan fosil-fosil hewan mamalia berukuran besar itu sebagai bahan kepentingan ilmu pengetahuan.
- Museum Kretek
Muncul sebuah nama baru bagi Kudus, yakni Kota Kretek.
Secara wilayah, Kudus bukan termasuk penghasil pertanian tembakau. Mengapa nama kretek itu muncul?.
Pada awal abad 19 Kudus dikenal sebagai masyarakat madani yang pintar dagang. Kepintaran dalam urusan berdagang ini tak lain merupakan hasil dakwah Sunan Kudus yang membumikan trilogi Gus Ji Gang yang berarti memiliki akhlak bagus, pintar mengaji ngaji dan berdagang.
Pada masa itu, PT.KAI (Kereta Api Indonesia) disebut-sebut membuka jalur perdagangan di era awal-awal adalah ke Kudus. Dengan adanya jalur perdagangan via kereta aoi tersebut, saudagar Kudus mengambil tembakau dari daerah penghasil tembakau, salah satunya wilayah itu adalah Temanggung.
Tembakau sangat diminati masyarakat Kudus, pada saat itu terdapat satu sosok yang bernama Djamhari menggunakan cengkih sebagai bahan campuran untuk rokok.
Semula Djamhari mengoleskan minyak cengkih ke dada dan punggungya, diakui oleh Djamhari, saat itu dirinya sedang mengalami sakit di dada dan punggungnya, setelah mengolesi akhirnya berangsur membaik dan sembuh. Sebab itulah, dia berinovasi pada lintingan rokok yang diinovasiian dengan cengkih, yang setelah itu dibakar dan dihisap timbul suara kretek-kretek-kretek, dan terkenallah dengan sebutan rokok kretek. Dalam buku Edy Supratno, salah seorang sejarawan Kudus, ia memastikan bahwa Mbah Djamhari merupakan tokoh pertama penemu kretek.
Namun di museum kretek anda tidak saja menemukan tokoh yang bernama Djamhari saja, melainkan para saudagar kretek, raja kretek Nitisemoto dan berbagai aktifitas masyarakat Kudus tempo dulu ketika membuat rokok.
Dan hasilnya kretek begitu terkenal sehingga Kudus sebagai satu-satunya daerah yang menyandang kota kretek.
Bagaimana, sobat Inews, sudah kebayang akan mengunjungi Kudus?.
Achmad Fakhrudin
Editor : Achmad Fakhrudin
Artikel Terkait