Kejagung Serahkan Segunung Uang ke Negara, Komisi Kejaksaan : Prabowo Tak Main-main Berantas Korupsi
SEMARANG,iNewsMuria.id-Kasus korupsi telah menjadi kejahatan keuangan serius di negeri ini. Karena itu, Presiden Prabowo Subianto tidak main-main dalam memberantas korupsi yang masih terus menjamur.
Itu dibuktikan dari kerja nyata aparat penegak hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan penyerahan 'segunung uang' sebesar Rp 13,25 triliun dalam kasus korupsi persetujuan ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng.
"Dan yang dilakukan Pak Prabowo itu (tandanya) bukan main-main dalam hal pemberantasan korupsi. Karena korupsi itu kejahatan keuangan," ungkap Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwadi dalam Diskusi Publik yang digelar Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang dan Solusi Indonesia di The Wujil Resort & Conventions, Ungaran-Semarang, Jumat (24/10/2025).
Dalam acara yang bertema 'Korupsi Lagi...Korupsi Lagi! Bagaimana Mengatasinya?', Guru Besar UNS itu melanjutkan, keberhasilan memulihkan kerugian negara sebesar Rp 13,25 triliun merupakan angka yang fantastis. Terlebih Prabowo dalam pidatonya secara blak-blakan menyampaikan uang sitaan bisa bermanfaat untuk jutaan rakyat Indonesia.
"Kemarin Pak Presiden, jarang-jarang loh Presiden datang ke Kejaksaan. Ketika di Kejaksaan, Presiden itu menerima penyerahan uang, yang uangnya tidak sedikit. Itu sitaan dan rampasan dari korupsi CPO/minyak goreng Rp 17 triliun," terang dia.
"Dari Rp 17 triliun itu, yang dirampas oleh Kejaksaan adalah Rp 13,25 triliun. Pak Presiden sampai ngomong bisa bikin sekolah rakyat, bisa mengembangkan kampung nelayan segala macam buat penyimpanan ikan. Ini angka yang luar biasa," aku dia.
Kepada 100-an mahasiswa di kampus Semarang, siswa SMA, organisasi kemahasiswaan seperti HMI, karang taruna hingga kepala desa, Prof Puji menambahkan, jika pada sektor sawit tidak hanya menyasar permainan ekspor. Namun permufakatan jahat dalam membuka lahan sawit baru seperti yang banyak ditemui lahan-lahan baru di Kalimantan, Sulawesi hingga Papua.
Tak hanya itu, kantor perwakilan perusahaan sawit yang dikelola lokal hanya kecil, sementara hasilnya yang besar dan pajaknya justru yang dilarikan ke luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.
"Kita lihat hutan dibabat jadi sawit diolah jadi miyak, hasilnya bukan dikembalikan ke rakyat ke Indonesia tapi dibawa lari ke luar negeri. Korupsinya gimana? Dari izin. Taruhlah izin legal 100 hektare, maka mereka akan mengelola 1000 hektare, yang 900 ini ilegal. Lha makanya sekarang ini Kejaksaan mengejar itu dan sudah bisa mengembalikan 4 juta hektare akibat penguasaan ilegal," ungkap dia.
"Kasus-kasus korupsi jumbo terjadi karena pejabat kongkalikong dengan pengusaha. Basaha ngetrennya oligarki. Kasusnya sama seperti korupsi timah di Bangka Belitung denga nilai kerugian negara Rp 300 triliun. Mereka (oligarki) mengambil kekayaan alam tadi itu dengan sangat serakah sekali," jelasnya.
Pihaknya berharap masyarakat jangan terlarut dalam suka cita akibat penangkapan koruptor satu bergeser ke koruptor baru lainnya. Pasalnya yang terpenting adalah UU Perampasan Aset segera disahkan oleh DPR RI, sehingga kerugian negara bisa kembalikan untuk pembangunan dan rakyat.
Rampasan hasil korupsi itu kata Puji, bisa kemudian digunakan untuk memajukan pendidikan di antaranya sekolah gratis pendidikan, kesehatan, perbaikan perekonomian hingga masalah-masalah lain untuk pembangunan negara.
"Bahwa orangnya di penjara sebagai bagian dari efek jera. Iya betul. Tetapi yang jauh lebih penting adalah uang-uang yang mereka korupsi itu bisa balik ke negara. Ini paradigma baru sekarang," kata dia.
Dia menambahkan, saat ini cara mengembalikan aset yang dikorupsi ada dua, yakni conviction based atau dengan penegakan hukum pidana dan perampasan aset yang non-conviction based atau inrem. Itu yakni bukan proses pidana. Di mana tanpa menunggu orang di pidana, jaksa punya tangan lebih panjang yang bisa melakukan gugatan perampasan aset.
"Jadi ketika proses pidana, silahkan jalan atau tidak, tapi kemudian bisa dibuktikan bahwa barang ini adalah hasil dari tindak kejahatan yang dimohonkan ke pengadilan oleh jaksa maka barang itu kemudian bisa disita. Proses pidananya paralel. Tapi kalau sekarang ini baru bisa linier, tunggu dulu proses pidananya selesai, baru barang diserahkan ke negara," paparnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang, Ismail Fahmi menuturkan, korupsi menjadi masalah bersama. Dampaknya serius, mulai merugikan ekonomi, sosial hingga menganggu pembangunan. Menurutnya masyarakat berperan penting dalam pemberantasan korupsi dan meningkatkan partisipasi untuk menjadi pengawas dalam mencegah korupsi.
Ismail juga memimpin pembacaan naskah deklarasi dan komitmen anak muda antikorupsi yang isinya menolak segala bentuk korupsi, suap dan gratifikasi. Serta mendukung Kejaksaan dalam mengusut dan menuntaskan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Kita bisa menciptakan Indonesia emas dan bersih dari korupsi. Mari bergabung dalam gerakan antikorupsi. Seperti halnya kami memiliki beberapa desa binaan. Satu di antaranya Desa Banyubiru yang memiliki lima penghargaan lokal dan nasional sebagai Desa Antikorupsi," tuturnya.
Selain tema korupsi, acara tersebut juga diisi oleh sejumlah anak muda yang berhasil di bidangya bertema'Mendulang Insipirasi Sukses dari Local Hero Semarang'. Di antaranya menampilkan pengusaha sukses di bidang pertanian, Shofyan Adi Cahyono. Dia tumbuh di pedesaan dengan bendera Sayur Organik Merbabu.
Tidak hanya memiliki 15 pekerja dengan omzet Rp 60 juta per bulan, tapi sayurnya juga di ekspor ke Singapura. Selain itu ada pembicara local hero Zulkifli Gayo selaku Ketua Tim Percepatan Pembangunan Daerah Jawa Tengah yang menyampaikan program-program unggulan untuk Gen Z.(*)
Editor : Arif F