Kasus Prostitusi Flame Spa, Hakim Diharapkan Beri Efek Jera dengan Vonis Maksimal

Fitri Mulia
Kasus Flame Spa Plus-plus Ancam Identitas Budaya dan Citra Pariwisata Bali

JAKARTA, iNewsMuria - Putusan hakim atau vonis kasus Flame Spa yang menggemparkan publik dijadwalkan akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Selasa (4/3/2025) esok. Kasus dugaan prostitusi yang melibatkan nama besar pariwisata Bali ini menarik perhatian banyak pihak, terutama setelah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dianggap terlalu ringan.

 

Humas PN Denpasar, Gede Putra Astawa, mengonfirmasi jadwal vonis tersebut pada Senin, 3 Maret 2025. "Agenda vonis kalau tidak salah Selasa besok (4/3/2025)," ujarnya saat dihubungi awak media.

 

Saat didesak pertanyaan mengenai vonis berat untuk terdakwa, jawaban mengejutkan disampaikan Gede bahwa tidak menutup kemungkinan majelis hakim bisa menjatuhkan vonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa. "Dimungkinkan bisa," jawabnya singkat.

 

Praktisi hukum, Agus Susanto, SH MH, menilai kasus ini menjadi perhatian serius publik karena mempertaruhkan nama pariwisata Bali.

 

"Seharusnya jaksa mikir-mikir menuntut 9 bulan itu," tegasnya.

 

"Kalau melihat ancaman pidana 12 tahun tapi dituntut hanya 9 bulan, jadi di sini butuh keyakinan hakim," sambung Agus.

 

Ia berharap hakim dapat memberikan putusan yang adil dan memberikan efek jera, mengingat dampak kasus ini terhadap citra Bali.

 

Kasus ini bermula dari penggerebekan Flame Spa, yang diduga menyediakan layanan prostitusi terselubung. Ni Ketut Sri Astari Sarnanitha alias Nitha, Komisaris Perseroan Mimpi Surga Bali yang menaungi Flame Spa, dituntut 9 bulan penjara, sama seperti para karyawannya. Tuntutan ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Gubernur Bali dan anggota DPRD Bali, yang menilai hukuman tersebut terlalu ringan.

 

Tuntutan JPU didasarkan pada Pasal 29 Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi jo Pasal 4 ayat 1, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang tindak pidana pornografi dan perbuatan turut serta dalam tindak pidana. Namun, banyak pihak menilai penerapan pasal ini tidak tepat dan hukuman yang diberikan tidak proporsional.

 

Salah satu alasan utama kritik terhadap tuntutan ini adalah perbandingan dengan kasus serupa. Kasus Ariel NOAH, misalnya, yang divonis 3,5 tahun penjara meskipun tidak ada unsur komersialisasi. Kemudian, kasus Vanessa Angel, di mana muncikari divonis 5 tahun penjara. Perbedaan mencolok ini menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi penegakan hukum di Indonesia.

 

Selain itu, terungkapnya omzet fantastis Flame Spa, yang mencapai Rp 180-200 juta per hari, semakin memperkuat argumen bahwa hukuman 9 bulan penjara terlalu ringan. Dengan keuntungan miliaran rupiah dari bisnis ilegal ini, hukuman yang diberikan dianggap tidak memberikan efek jera dan tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan.

 

Publik kini menanti putusan hakim dengan harapan dapat memberikan keadilan yang seimbang. Vonis yang akan dijatuhkan diharapkan dapat mencerminkan keseriusan penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam kasus-kasus yang melibatkan eksploitasi dan merusak citra pariwisata.

 

Editor : Langgeng Widodo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network