Syawalan di Solo Safari, Jaka Tingkir Naik Gethek dan Bagikan Ketupat

Langgeng Widodo
Berebut ketupat.

SOLO,iNewsMuria.id-Solo Safari menggelar Syawalan atau dikenal dengan istilah “Bakda Kupat”, sebuah tradisi pasca Lebaran sejak kebun binatang itu bernama Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ).

Secara tradisi leluhur, kegiatan itu sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Keraton Kasunanan Surakarta Paku Buwono / PB X, sosok yang pada eranya menginisiasi taman satwa tersebut.

Sebelum dipindah ke Taman Jurug, kebun binatang itu berada di Kebon Rojo Taman Sriwedari, dimana hewan penghuninya adalah pemeliharaan para raja di Keraton Surakarta. Dalam perkembangannya, Taman Satwa Taru Jurug itu berubah nama menjadi Solo Safari.

Rangkaian acara Syawalan, Minggu (14/4/2024), ditandai kirab dimana Jaka Tingkir (yang diperankan KRA Rizki Baruna Ajidiningrat, menantu dalem Paku Buwono XIII) naik kuda menuju open stage Solo Safari diiringi korps musik dari Karaton Surakarta. Selain itu, juga dimeriahkan iring-iringan pasukan, abdi dalem dan Ulama dari Kraton Surakarta. 

Usai kirab, Jaka Tingkir menyeberangi danau menggunakan gethek yang didampingi menuju open stage, dimana gunungan ketupat disiapkan. Setelah didoakan sepasang gunungan ketupat dibagikan pada masyarakat di halaman Solo Safari. Di situ, masyarakat ngalap berkah berebut ketupat yang diyakini membawa berkah bagi yang mendapat dan menyantapnya.

Gunungan kupat (ketupat) yang dihadirkan dalam Syawalan merupakan wujud ungkapan rasa syukur dan jiwa berbagi kepada masyarakat yang diyakini sebagai bagian ngalap berkah dan sikap kerendah hati, karena meyakini semboyan Jawa, yakni kupat bumbunipun santen yang artinya ngaku lepat nyuwun gunging pangapunten.

"Syawalan ini juga sebagai sarana halal bi halal yang merupakan tradisi masyarakat Indonesia untuk mengungkapkan rasa syukur, ajang silaturahmi saling bermaafan," kata GM Solo Safari Shinta, dalam sambutannya.

Dalam sejarahnya, bakda kupat adalah hasil pemikiran Walisongo dalam menyebarkan dakwah Islam melalui budaya. Bagi masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Kraton Surakarta, tradisi Syawalan itu terus dihidupkan untuk selalu mengingatkan umat manusia kepada Sang Maha Pencipta dan membangun hubungan yang baik antar sesama.

Kehadiran "Jaka Tingkir" dalam setiap tradisi Syawalan di TSTJ / Solo Safari merupakan simbol tradisi estafet kepemimpinan dan regenerasi/ pembaharuan, yang diharapkan terus berkelanjutan.

"Sosok simbolis Jaka Tingkir yang merupakan figur generasi muda penerus dinasti Majapahit yang berhasil memadukan nilai tradisi budaya dengan keagamaan," kata KGPH Adipati Dipokusumo, pengageng Parentah Keraton Surakarta di sela acara.(*) 

Editor : Langgeng Widodo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network