SOLO,iNewsMuria.id-Prof Dr Achmad Fatchul Aziez, Senin (3/7/2023), dikukuhkan sebagai guru besar di Universitas Tunas Pembangunan / UTP Surakarta. Dengan pengukuhan itu, Prof Aziez menjadi guru besar pertama di perguruan tinggi swasta tersebut.
Dalam orasinya guru besar ilmu tanaman tersebut lebih banyak menyoroti padi sebagai makanan pokok dan menjadi sumber perekonomian bagi sebagian besar petani di pedesaan dan lahan sawah tadah hujan.
Berikut orasi Prof Aziez berjudul Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional Melalui Pemberdayaan Lahan Sub Optimal Tadah Hujan yang disadur secara utuh.
PADI, sampai saat ini, tidak hanya sebagai makanan pokok sebagian
besar penduduk Indonesia, tetapi juga merupakan sumber perekonomian bagi sebagian besar petani di pedesaan serta berperan dalam berbagai aspek sosial dan politik nasional.
Dari kenyataan ini maka usaha peningkatan produktivitas padi nasional menjadi sangat kompleks, dan upaya peningkatan produktivitas padi tetap perlu mendapat prioritas tinggi dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Di sisi lain, adanya berbagai kendala biofisik dan teknis dalam peningkatan produktivitas padi, membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan holistik.
Tantangan pembangunan pertanian masa depan terfokus pada
bagaimana upaya mewujudkan swasembada pangan dan sekaligus
memantapkan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan melalui
peningkatan produksi.
Peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan/atau perluasan areal lahan budidaya. Berkaitan dengan hal ini, upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah melalui pemanfaatan lahan suboptimal.
Lahan suboptimal merupakan lahan yang secara alamiah mempunyai
produktivitas rendah disebabkan oleh kendala faktor internal (intrinsik)
seperti bahan induk, sifat fisika, kimia, dan biologi tanah yang kurang
mendukung pertumbuhan tanaman, disamping itu faktor eksternal seperti
curah hujan dan suhu yang ekstrim.
Lahan suboptimal merupakan lahan cadangan sebagai andalan utama di masa depan. Sekitar 58% dari lahan suboptimal tersebut secara biofisik dan dengan sentuhan inovasi teknologi adalah potensial untuk lahan pertanian.
Saat ini, sekitar 15% lahan sawah yang ada dan sekitar 60% dari lahan pertanian lainnya juga merupakan lahan suboptimal yang potensial, produktif, dan berkontribusi secara signikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan ketahanan pangan.
Pada uraian ini saya batasi lahan suboptimal khususnya sawah tadah hujan.
Lahan sawah tadah hujan adalah lahan yang dalam setahun minimal ditanami satu kali padi sawah dengan air pengairan bergantung pada hujan yang susah diprediksi, sehingga perencanaan yang baik susah dilakukan. Lahan sawah tadah hujan merupakan gudang beras kedua setelah lahan sawah irigasi.
Luas lahan sawah tadah hujan sekitar 3,71 juta ha atau 45,7% total luas lahan sawah, yang tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, dimana produktivitasnya yang cukup rendah, sekitar 2,0-3,5 ton/ha.
Pada budidaya padi di lahan sawah tadah hujan terdapat banyak kendala, meliputi cekaman biotik dan abiotik, namun pada paparan ini dibatasi hanya pada cekaman abiotik.
Cekaman abiotik yang merupakan kendala untuk meningkatkan produktivitas pada lahan tadah hujan yaitu adanya cekaman kekeringan (water stress),
cekaman unsur hara (nutrient stress) dan cekaman rendaman (flooding). Cekaman (stress) adalah segala perubahan lingkungan yang mengakibatkan tanggapan tumbuhan menjadi lebih rendah daripada tanggapan optimum.
a. Cekaman kekeringan
Cekaman kekeringan adalah kondisi kekurangan air di lingkungan
tanaman sehingga mengganggu keseimbangan pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi ketika kehilangan air melebihi absorbsi, ketika rasio evapotranspirasi actual (Eta) terhadap evapotranpirasi potensial (ETp) kurang dari 1 (Gupta dan O'tooel, 1986) atau ketika tanaman tidak mampu menyerap air untuk menggantikan kehilangan akibat transpirasi sehingga terjadi kelayuan, gangguan pertumbuhan bahkan kematian.
Tanaman mempunyai mekanisme ketahanan terhadap cekaman
kekeringan, yaitu resistensi, penghindaran dan toleransi. Levit menggolongkan ketahanan terhadap kekeringan menjadi 3 macam yaitu :
Pertama, terhindar dari kekeringan (drought avoidance), ditunjukkan dengan mekanisme yang dapat membantu mengatur status air yang tinggi pada kondisi kering. Hal ini diwujudkan dalam kecepatan laju pembentukan akar, kedalaman pola perakaran, jumlah stomata, lebar stomata, dan kecepatan tumbuh stomata.
Kedua, toleran terhadap kekeringan (drought tolerance), tanaman
mengembangkan mekanisme sedemikian rupa agar tetap hidup dan berproduksi pada kondisi potensial air jaringan rendah. Tanaman dapat mempertahankan turgor pada potensial yang rendah karena meningkatnya kepekatan larutan di dalam sel yang menyebabkan terjadinya perubahan penyesuaian osmotik.
Ketiga, lepas dari kekeringan (drought escape), tanaman mengembangkan
kemampuan untuk melengkapi siklus hidupnya sebelum kelembaban
tanah banyak berkurang, hal ini berkait dengan umur tanaman. Tanaman yang berumur genjah dengan pengaturan waktu tanam yang tepat akan terlepas dari cekaman air.
Pengaruh cekaman kekeringan
Cekaman kekeringan mempengaruhi proses fisiologi dan biokimia
tanaman serta menyebabkan terjadinya modikasi anatomi dan morfologi tanaman. Proses fisiologi yang dipengaruhi cekaman kekeringan diantaranya adalah turgor sel, fotosintesis, respirasi serta metabolisme karbohidrat dan protein.
Modifikasi anatomi dan morfologi
tanaman akibat cekaman air tampak pada daun dan sistem perakaran.
Efek langsung dari cekaman kekeringan terhadap fisiologi tanaman adalah dehidrasi.
Gejala pertama yang tampak akibat dehidrasi adalah kelayuan. Kekeringan dapat menurunkan viskositas protoplasma, menurunkan tekanan osmotik pada vakuola, serta menurunkan tekanan turgor khususnya pada daun sehingga menyebabkan terkulainya daun.
Dehidrasi umumnya diikuti dengan peningkatan ABA (asam absisat) akibat penurunan turgor sel. Dehidrasi terus menerus akan menyebabkan terhentinya pertumbuhan dan pada akhirnya akan mencapai suatu kondisi yang tidak dapat balik (irreversible) yang mengakibatkan kematian.
Modifikasi anatomi dan morfologi tanaman akibat cekaman
kekeringan tampak pada sistem perakaran dan daun. Padi gogo memiliki akar yang lebih panjang, diameter akar yang lebih besar, bobot akar yang lebih berat serta sistem perakaran yang tebal dan padat bila dibandingkan dengan padi
sawah.
Pertumbuhan dan produksi padi dipengaruhi cekaman kekeringan. Kekeringan memberikan pengaruh beragam pada fase vegetatif (yaitu awal pertumbuhan dan pembentukan anakan) maupun generatif (fase primordia bunga, munculnya bunga dan pengisian biji).
Pada umumnya padi lebih sensitif terhadap cekaman air pada masa generatif daripada masa vegetatif. Besarnya kehilangan hasil akibat kekurangan air sangat tergantung pada derajat cekaman air dan waktu kapan terjadi cekaman air tersebut.
Kehilangan hasil akibat kekurangan air pada fase pembungaan jauh lebih besar dibanding kehilangan hasil akibat kekurangan air pada fase vegetatif.
Penelitian saya pada tanaman kedelai yang dipublikasikan pada jurnal Applied Ecology and Environmental Research menyimpulkan bahwa kadar lengas tanah di bawah 75% kapasitas lapang menurunkan indeks luas daun, umur luas daun, luas daun spesifik, laju assimilasi bersih, laju pertumbuhan tanaman, bobot 100 biji dan berat biji per tanaman.
Penelitian saya yang lain yang dipublikasikan di jurnal Research on Crops, menyimpulkan bahwa kadar lengas tanah yang rendah juga akan menurunkan ukuran daun, berat kering tajuk, berat kering akar dan berat kering tanaman.
Stadia pengisian biji lebih sensitive dibanding stadia vegetative dan stadia pembungaan. Pada semua stadia pertumbuhan tanaman kedelai, semakin meningkat level stress kekeringan maka semakin besar penurunan pertumbuhan dan hasil kedelai. Kendala-kendala penerapan teknologi irigasi umumnya mencakup penggunaan air yang belum efisien.
Sebagian besar sistem irigasi yang
diterapkan baik di lahan kering maupun di lahan sawah tidak efisien,
disebabkan oleh antara lain kehilangan air melalui rembesan (seepage) di sepanjang saluran, dan aplikasinya yang masih boros.
Hasil penelitian saya yang dipublikasikan pada Journal of Degraded and Mining Land Management pada tanaman padi
menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil padi secara signifikan diantara pengairan secara berselang/terputus (intermitten irrigation)
dibandingkan dengan pengairan secara terus menerus (continuous
irrigation), sehingga pengairan secara berselang akan lebih efisien dalam
penggunaan air.
b. Cekaman unsur hara
Dampak dari cekaman kekeringan adalah adanya cekaman/defisiensi
unsur hara. Pengaruh cekaman/defisiensi unsur hara yang nyata adalah menghambat pertumbuhan tanaman sehingga ukuran tanaman menjadi relative lebih kecil. Efek lebih jauh adalah menurunkan asimilat (hasil fotosintesis) bersih tanaman.
Defsiensi unsur hara dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel secara tiba-tiba. Akan tetapi respon sel berbeda-beda menurut jaringan dan organ tanaman. Respon sel akar (root) dan tajuk (shoot) terhadap desiensi unsur hara menghasilkan root/shoot
rasio yang makin besar.
Artinya pada kondisi defsiensi, akar memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih baik daripada tajuk. Ini terjadi disebabkan oleh distribusi asimilat lebih besar ditujukan pada akar dengan harapan akar akan tumbuh lebih cepat, lebih panjang, lebih dalam dan kelak akan mampu memasok nutrisi untuk pertumbuhan tajuk lebih baik.
C. Cekaman rendaman
Tanaman yang terendam dapat mengalami penurunan pertumbuhan,
penurunan pertambahan anakan dan berat kering.
Pengaruh negatif terendam terhadap tanaman terjadi akibat kerusakan mekanis pada daun, berkurangnya cahaya, terbatasnya difusi gas, keluarnya larutan dari jaringan tanaman, peningkatan kerentanan tanaman terhadap hama dan penyakit.
Pada saat tanaman terendam air, suplai oksigen dan karbondioksida menjadi berkurang sehingga mengganggu proses fotosintesis dan respirasi. Bila tanaman terendam lebih dari 4 hari, lama kelamaan akan mati.
Faktor utama penyebab kerusakan tanaman padi akibat rendaman
adalah terbatasnya pertukaran udara, baik berupa karbondioksida (CO2)
maupun oksigen (O2) yang menghambat proses fotosintesis dan respirasi tanaman. Terdapat dua tipe rendaman penuh (complete submergence) yang dapat terjadi pada tanaman padi.
Pertama adalah rendaman air dalam jangka Panjang (stagnant flood), seperti pada lahan rawa lebak dalam di Sumatera dan Kalimantan. Kedua adalah rendaman dalam jangka pendek (fash food) yang terjadi selama 1−2 minggu, seperti pada lahan rawa lebak dangkal dan di lahan sawah dengan tata air buruk sehingga mudah tergenang.
Mekanisme adaptasi tanaman padi terhadap pengaruh rendaman air
penuh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu memanjangkan batang
mengikuti permukaan air untuk menghindari kondisi anaerob dan menyimpan cadangan energi selama terendam kemudian tumbuh kembali setelah air surut. Mekanisme adaptasi tanaman padi tersebut bergantung pada kondisi genangan air.
Adaptasi dengan pemanjangan batang (stem elongation ability) sesuai untuk daerah-daerah yang tergenang air dalam jangka panjang. Untuk daerah yang terendam air dalam waktu singkat (kurang dari 14 hari), tanaman padi beradaptasi dengan toleransi terhadap rendaman (submergence tolerant).
Penggunaan varietas padi dengan kemampuan pemanjangan batang yang cepat pada daerah dengan rendaman air singkat justru akan merugikan karena tanaman akan rebah setelah air surut.
Solusi dari permasalahan dari lahan sawah tadah hujan :
A. Cekaman kekeringan (water stress) dan B. Cekaman unsur hara (nutrient stress)
1. Pemilihan varietas
Di 2018, saya mengadakan penelitian di lahan tadah hujan dengan membandingkan 8 varietas meliputi varietas padi irigasi (Inpari)
maupun padi Situbagendit yang khusus dirilis untuk lahan sawah tadah hujan. Hasil penelitian menyimpulkan, varietas Situbagendit mempunyai produktivitas paling tinggi dibanding varietas yang lain. Ini sejalan dengan Balitbangtan yang menyatakan bahwa varietas tersebut adalah tahan kekeringan.
2. Penggunaan bahan organik dan pupuk organik
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di
samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air dalam tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga
kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman
meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang.
Penambahan bahan organik di tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Terbukti penambahan pupuk kandang di Andisol mampu meningkatkan pori memegang air sebesar 4,73 % (dari 69,8 % menjadi 73,1 %). Pada tanah berlempung dengan penambahan bahan organik akan meningkatkan infiltrasi tanah akibat meningkatnya pori meso tanah dan menurunnya pori mikro.
3. Pemanfaatan Jamur Mikoriza
Mikoriza meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan. Penyebaran hifa yang luas mengakibatkan air yang diambil lebih banyak sehingga dapat menyerap air pada pori-pori tanah saat tanaman tidak mampu lagi. Tanaman yang diinokulasi mikoriza akan memiliki kemampuan bertahan pada kekeringan dan kelembaban yang ekstrim karena perubahan potensial air pada tanaman, kemampuan mengalirkan air melalui hifa cendawan, peningkatan penyerapan fosfor dan perubahan keseimbangan hormonal.
Ketahanan kekeringan tanaman bermikoriza juga disebabkan adanya
perubahan kimia dan sinyal-sinyal kimia. Mikoriza berpengaruh terhadap keseimbangan ion dan keseimbangan hormon. Keseimbangan hormon ini
berpengaruh pada mekanisme kerja asam absisat (ABA) dan sitokinin
terhadap pertumbuhan tanaman serta mekanisme penutupan stomata.
Di 2018 saya mengadakan penelitian dengan membandingkan 8 varietas padi yang diaplikasikan jamur mikoriza dan tanpa mikoriza. Hasil penelitian ituvmenyimpulkan, penggunaan jamur mikoriza dapat meningkatkan indeks luas daun, umur luas daun, laju assimilasi bersih, laju pertumbuhan tanaman pada varietas IR64, pepe, dan Inpari.
4. Pemanfaatan konsorsium bakteri endofit
Konsorsium bakteri merupakan kumpulan dari sejumlah organisme sejenis, sehingga membentuk suatu komunitas dari sejumlah populasi yang berbeda. Sedang bakteri endot adalah bakteri yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya menempati jaringan tanaman hidup dan tidak menyebabkan infeksi penyakit pada tanaman.
Konsorsium bakteri memiliki kemampuan menghambat N2, pelarut P dan menghasilkan hormon tumbuh tanaman. Aplikasi konsorsium bakteri dapat menurunkan penggunaan pupuk N sintetik sebesar 50 persen. Bakteri konsorsium Azosprillium dan bakteri endofit mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman padi.
Mekanisme interaksi simbiosis antara tanaman dengan bakteri endofit adalah terjadinya pertukaran nutrisi dimana bakteri menksasi N2 menjadi tersedia bagi tanaman dalam bentuk NH3.
Bakteri endofit juga dapat meningkatkan kandungan zat besi dalam tanah, fosfor dan nitrogen bagi tanaman. Beberapa bakteri endofit selain mampu mengikat N2 juga mampu mensekresikan hormone pertumbuhan (asam indol-3-asetat).
Zat pengatur tumbuh terutama asam indol asetat (IAA) berpengaruh terhadap pertumbuhan akar primer, akar sekunder, dan rambut akar sehingga IAA merupakan auksin alami yang memegang peranan penting dalam peningkatan pertumbuhan tanaman.
Penelitian saya di 2022 yang menguji berbagai dosis konsorsium bakteri endofit diazotroph pada tiga varietas padi menyimpulkan, penggunaan konsorsium bakteri endot meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
Dengan dosis konsorsium bakteri endofit 40 l/ ha meningkatkan indeks luas daun, umur luas daun, laju assimilasi bersih dan laju pertumbuhan tanaman padi sawah yang dibudidayakan pada lahan tadah hujan. Dan berat gabah per hektar tertinggi dicapai varietas Mekongga dengan dosis konsorsium bakteri endot 40 l/ ha/aplikasi sebesar 5,27 ton/ha.
C. Cekaman Rendaman
Pertama, pemilihan varietas
Padi umumnya memang tahan dalam rendaman air, namun bila terlalu
lama maka tanaman akan mati. Pada saat tanaman terendam air, suplai
oksigen dan karbondioksida menjadi berkurang sehingga mengganggu
proses fotosintesis dan respirasi. Bila tanaman terendam lebih dari 4 hari,
lama kelamaan akan mati.
Tahun 2008 Badan Litbang Pertanian merilis varietas Inpara-3 yang toleran terhadap rendaman satu minggu, tahun 2009 merilis dua varietas unggul baru toleran rendaman yang diberi nama Inpara 4 (Swarna-Sub1) dan Inpara 5 (IR64-Sub1). Tingkat toleransi rendaman kedua varietas tersebut lebih baik daripada Inpara 3, yaitu toleran terhadap rendaman penuh sampai dua minggu.
Kemudian di 2012, Balibangtan melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) merilis Inpari 30 dan Ciherang Sub 1 atau Submergence. Varietas padi ini dapat tetap hidup meskipun mengalami kelebihan cadangan air atau banjir. Varietas ini sengaja disiapkan untuk kondisi lahan sawah yang berpotensi terkena banjir saat curah hujan tinggi. Bibit ini bisa bertahan selama 10-15 hari dalam rendaman air hujan ataupun banjir.
Kedua, aplikasi KHCO3
Pemberian kalium bikarbonat (KHCO3) pada konsentrasi yang
sangat rendah 0,01 mol/m3 dapat meningkatkan kemampuan bertahan hidup kultivar rentan (IR 42) hingga 69%, dan pada konsentrasi 1 mol/m3 mampu bertahan hingga diatas 85%. Selain itu, berat kering dan kadar klorofil kultivar tersebut meningkat dengan pemberian kalium bikarbonat.
Ketiga, pertumbuhan dan vigorbibit yang baik
Pemanfatan metode agronomis yang menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik dan vigor awal yang tinggi sebelum terjadinya rendaman, sehingga tanaman akan mengalami kerusakan yang lebih kecil selama terjadinya rendaman. Salah satu metode agronomis adalah dengan pemupukan nitrogen awal yang tepat akan meningkatkan vigor yang baik sehingga tanaman menjadi lebih toleran terhadap rendaman.
Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan bahwa lahan sub optimal tadah hujan memegang peranan penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Namun budidaya pada lahan tadah hujan mempunyai banyak kendala antara lain kadar bahan organik yang rendah, kesuburan fisika, kimia dan biologi tanah yang rendah, sering mengalami kekurangan air karena menggantungkan pada curah hujan yang tidak menentu dan sering kebanjiran.
Upaya yang harus dilakukan dalam budidaya padi di lahan sawah tadah hujan adalah dengan menggunakan varietas yang sesuai, kalium bikarbonat (KHCO3), pemberian bahan organik, penambahan pupuk organik, aplikasi jamur mikoriza dan konsorsium bakteri endot dengan dosis yang tepat.(*)
Editor : Langgeng Widodo
Artikel Terkait