Mewujudkan Koeksistensi yang Harmonis di Tengah Konflik Manusia dan Satwa Liar
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2025/02/03/40bcc_seminar-tentang-konflik-satwa-liar-dan-manusia.jpg)
TANGERANG, iNewsMuria.id - Konflik antara manusia dan satwa liar telah menjadi tantangan yang semakin kompleks, seiring dengan pesatnya pembangunan infrastruktur dan perubahan fungsi lahan hutan menjadi area produktif, seperti perkebunan, pertanian, serta permukiman masyarakat.
Perubahan peruntukan lahan ini tidak hanya menyebabkan hilangnya habitat satwa liar, tetapi juga meningkatkan intensitas interaksi antara manusia dan satwa liar, yang berpotensi memicu konflik yang merugikan kedua belah pihak.
Kehilangan habitat alami mendorong satwa liar untuk memasuki wilayah manusia dalam mencari makanan dan tempat tinggal.
Hal ini seringkali berujung pada kerusakan tanaman, ternak, bahkan ancaman keselamatan manusia. Di sisi lain, satwa liar juga menjadi korban, baik karena perburuan, perangkap, atau upaya pengusiran yang tidak manusiawi.
Kondisi ini menuntut solusi yang holistik dan berkelanjutan untuk memastikan koeksistensi yang harmonis antara manusia dan satwa liar.
Sebagai langkah proaktif dalam menghadapi tantangan ini, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia bekerja sama dengan Taman Safari Indonesia mengadakan seminar bertajuk “Memahami Konflik dan Koeksistensi antara Satwa Liar dan Manusia di Indonesia”.
Seminar ini bertujuan untuk mempertemukan pemerintah, para ahli, akademisi, pemerhati, dan praktisi guna membahas solusi yang berkelanjutan.
Acara ini diadakan pada Jumat, 17 Januari 2025, secara hybrid, dengan pertemuan langsung di lokasi aviary dan partisipasi virtual melalui platform Zoom.
Sebanyak 1.000 peserta online turut serta, termasuk perwakilan dari berbagai balai taman nasional dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di seluruh Indonesia.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Sumberdaya Genetik, Direktorat Jenderal KSDAE, Kementerian Kehutanan RI, Nunu Anugrah, S.Hut., M.Sc., menegaskan bahwa konflik antara manusia dan satwa liar tidak hanya mengancam keberlangsungan spesies tertentu, tetapi juga keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
“Keberadaan satwa liar adalah indikator kesehatan ekosistem. Oleh karena itu, solusi berbasis kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk mengatasi konflik ini secara efektif,” ujarnya.
Tony Sumampau, perwakilan dari Taman Safari Indonesia, menyoroti keterlibatan aktif lembaganya dalam menangani konflik manusia dan satwa liar sejak tahun 1980-an melalui tim rescue yang profesional dan terlatih.
“Kami terus berinovasi dan beradaptasi terhadap dinamika di lapangan untuk memastikan satwa liar di habitat aslinya (in-situ) tetap terlindungi dan lestari,” jelasnya.
Seminar ini menghadirkan tiga pembicara utama yang berkompeten di bidangnya yakni Dr. Philip Nyus, pakar konflik manusia dan satwa liar dari Colby College, Amerika Serikat.
Philip membahas strategi mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar, termasuk langkah-langkah preventif dan pendekatan berbasis komunitas yang telah terbukti efektif dalam mengurangi potensi konflik.
Philip menekankan pentingnya edukasi masyarakat dan pemanfaatan teknologi untuk memantau pergerakan satwa liar.
Pembicara selanjutnya Badiah, S.Si., M.Si. selaku Kepala Sub Direktorat Pengawetan Spesies dan Genetik.
Badiah memaparkan data terkini terkait sebaran konflik manusia-satwa liar di Indonesia serta strategi mitigasi yang dapat diimplementasikan secara berkelanjutan.
Dia pun menyoroti perlunya pemetaan wilayah rawan konflik dan penguatan regulasi untuk melindungi satwa liar.
Pembicara yang lain yakni Mohammad Irham, M.Sc. selaku pakar dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi - BRIN, memberikan pemaparan tentang telaah konflik burung dan manusia di Indonesia.
Irham mengungkapkan bahwa konflik burung seringkali terjadi di daerah perkebunan dan pertanian, serta menawarkan solusi berbasis ekologi untuk mengurangi dampaknya.
Seminar ini diharapkan menjadi wadah diskusi lintas disiplin yang mampu melahirkan solusi inovatif guna menciptakan koeksistensi yang harmonis antara manusia dan satwa liar.
Dengan semangat kolaborasi dan prinsip keberlanjutan, semua pihak diharapkan dapat berkontribusi aktif dalam menciptakan lingkungan yang lestari bagi generasi mendatang.
Beberapa rekomendasi yang muncul dari seminar ini antara lain peningkatan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan cara hidup berdampingan dengan satwa liar.
Lalu penguatan regulasi dan penegakan hukum untuk melindungi habitat satwa liar dan mencegah perburuan ilegal.
Berikutnya pemanfaatan teknologi seperti drone dan sistem pemantauan berbasis GPS untuk memantau pergerakan satwa liar dan mencegah konflik.
Dan yang terakhir pengembangan program konservasi berbasis komunitas yang melibatkan masyarakat lokal dalam upaya perlindungan satwa liar. (*)
Editor : Langgeng Widodo