SOLO, iNewsMuria.id - Gesekan antar para pendukung di tengah kontestasi pasangan capres dan cawapres, beberapa waktu terakhir terlihat cukup keras, terutama di ranah media sosial.
Fanatisme yang berlebihan dipandang sebagai penyebab munculnya fenomena ini, hingga membuat para pendukung pasangan capres dan cawapres ini kehilangan rasionalitasnya.
Namun sayangnya, seringkali seseorang enggan ketika disebut bahwa dirinya mati-matian mendukung pasangan capres tertentu karena didasari oleh sebuah fanatisme.
Mereka umumnya berdalih bahwa dukungan tersebut, lebih didasari oleh pertimbangan serangkaian prestasi dari pasangan yang didukung, serta berbagai track record negatif dari pasangan lawan.
Ini terlihat dari sebuah diskusi publik yang digelar oleh Forum Diskusi Pasar Gedhe pada Jumat 10 November 2023, di Cendhono Cafe, Kota Solo.
Dalam diskusi yang mengangkat tema "Fanatisme VS Rasionalitas" tersebut dihadiri para kelompok simpatisan pasangan capres.
Masing-masing pihak pun saling beradu argumen, untuk membela pasangan capres yang didukungnya.
Ajiono misalnya. Pria yang mengaku seorang Ganjaris (pendukung Ganjar Pranowo) ini menyebut bahwa dirinya mendukung Ganjar Pranowo karena mengaku sudah merasakan bekerja dengan ketiga pasangan capres cawapres.
"Saya sudah merasakan bekerja dengan ketiga calon presiden ini, baik itu dengan Pak Ganjar, Pak Prabowo maupun Pak Anis. Termasuk dengan Mas Gibran," jelasnya saat didapuk menyampaikan pandangannya.
Ajiono melanjutkan bahwa sejauh ini prestasi Ganjar menurutnya sangat bagus. Sementara kalau Prabowo, dia bagus di dunia militer.
Dan bahkan Ajiono setuju ada sebutan bahwa Prabowo lebih TNI daripada TNI yang lain.
"Tapi kan (Prabowo itu bagus) di dunia militer. Jadi belum tentu bisa diterapkan untuk memimpin negara. Sementara untuk Pak Anis, saya melihat masih banyak kebijakannya yang kurang jelas selama jadi gubernur. Sedangkan untuk Mas Gibran, saya rasa terlalu dipaksakan. Sebab Indonesia ini bukan terdiri dari 5 kecamatan seperti di Solo. Sementara di Solo saja masih ada kekurangan di sana-sini. Jadi saya rasa belum waktunya," ungkapnya.
Hal yang hampir sama juga disampaikan oleh Tedi, yang juga pendukung pasangan Ganjar Pranowo.
Dengan nada bicara yang keras, pria ini bahkan mengungkit-ungkit soal sejarah kelam Prabowo di masa reformasi.
Baginya sejarah kelam itu tidak boleh dilupakan begitu saja, karena menjadi bagian dari perjalanan bangsa.
Tedi menegaskan hal itu karena ada salah seorang dari pendukung Gibran, yang mengajak untuk tidak lagi mengungkit-ungkit persoalan masa lalu Prabowo.
Sosok Dalang
Diskusi yang juga dihadiri oleh beberapa orang caleg dari kubu yang saling berseberangan ini, terasa semakin menarik, karena tiap pendukung pasangan capres silih berganti menyampaikan argumen mereka.
Dan sebuah pandangan yang lebih netral disampaikan oleh Sonny, salah seorang caleg dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), terkait fenomena gesekan antar pendukung capres cawapres.
"Di balik fanatisme yang ditunjukkan para pendukung, kita sebenarnya tidak sadar bahwa pasangan capres dan cawapres ini hanyalah wayang. Di mana ada dalang yang memainkan di baliknya," ujar Sonny.
Sonny pun menyebut nama-nama dalang yang bermain di balik ketiga pasangan capres tersebut.
"Di balik pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD ada sosok Megawati Soekarnoputri. Lalu di balik pasangan Prabowo - Gibran ada Presiden Jokowi. Dan untuk pasangan Anies - Muhaimmin ada sosok Surya Paloh. Sebenarnya mereka inilah yang bermain. Jadi sebaiknya biar mereka yang saling bersaing, sementara kita yang di bawah hendaknya tetap tenang," lanjutnya.
Namun di balik itu, Sonny juga memaparkan alasan pihaknya mendukung pasangan Prabowo - Gibran.
Menurutnya bangsa ini butuh sosok anak muda sebagai pemimpin, karena anak muda memiliki semangat yang besar untuk maju dengan ide-ide cemerlangnya.
"Bangsa ini butuh sosok pemimpin muda seperti Mas Gibran. Sebab anak muda selalu memiliki semangat yang besar serta ide-ide brilian yang bisa digunakan untuk membawa bangsa ini maju. Dan akan selalu cepat dalam bertindak," terangya.
Di tengah perdebatan untuk membela pasangan capres dan cawapres yang didukung, sebuah pertanyaan menarik dilontarkan oleh Guntur Wahyu Nugroho selaku moderator diskusi, terkait bagaimana sosok ideal seorang presiden.
Jawaban singkat pun disampaikan oleh seorang akademisi Dr. Warhi Pandapotan Rambe yang menyebut, "Bangsa ini butuh pemimpin yang beretika dan beradab." (*)
Editor : Langgeng Widodo