Kasus Kekerasan Anak di Boyolali, Prof Henry Soroti Ketidakpantasan Tindakan Warga

Damar Diyan Sumurup
Praktisi hukum dan akademisi, Prof Henry Indraguna.

JAKARTA, iNewsMuria - Kasus penganiayaan terhadap KM, seorang anak berusia 12 tahun di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, memicu perhatian luas, terutama dari praktisi hukum, Prof Dr Henry Indraguna. Insiden ini terjadi setelah KM dituduh mencuri barang-barang milik warga, termasuk pakaian dalam, yang kemudian mengarah pada penangkapan dan penganiayaan oleh sejumlah warga, termasuk Ketua RT. Menurut Prof Henry, meskipun anak tersebut mungkin melakukan kesalahan, tidak ada pembenaran untuk bertindak kekerasan.

Dalam pandangan Prof Henry, apapun kesalahan yang dilakukan oleh seorang anak, seharusnya tetap diberikan hak untuk mendapatkan pendampingan hukum dan perlindungan. 

"Saya sangat mengapresiasi tindakan polisi yang menangkap 8 pelaku penganiayaan anak ini. Mereka seharusnya tidak bertindak semena-mena, seolah-olah mereka bisa menjadi hakim," ujar Prof Henry, di Jakarta, Jumat (20/12/2024). 

Prof Henry menegaskan pentingnya membedakan antara kenakalan anak dan tindakan kriminal. Dalam tradisi Jawa, anak-anak yang berbuat nakal biasanya tidak dihukum dengan kekerasan, melainkan diberikan pengertian melalui pendekatan yang lebih mendidik. 

"Jika ada anak mencuri mangga, pemiliknya akan mendatangi orang tuanya dan menjelaskan kejadian tersebut. Anak itu kemudian akan diberi mangga sebagai hadiah, dan itu menjadi sindiran sekaligus pelajaran moral," jelasnya. Pendekatan seperti ini, menurutnya, lebih efektif untuk mendidik tanpa merusak mental anak.

Selain itu, Prof Henry juga menyoroti pentingnya melihat latar belakang psikologis anak yang terlibat dalam tindakan mencuri. 

"Mungkin saja anak tersebut mengidap kleptomania atau ada masalah lain dalam keluarganya yang belum terungkap. Hal ini tentu harus digali oleh penyidik untuk memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh," ujar anggota Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.

Menurutnya, tindakan penganiayaan terhadap siapa pun, apalagi terhadap anak, adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia. "Anak yang berbuat salah sekalipun tidak pantas untuk dianiaya. Kekerasan terhadap siapa pun tidak dibenarkan dalam negara hukum seperti Indonesia," tegas Prof Henry. 

Ia juga menambahkan bahwa meskipun pelaku penganiayaan berasal dari kalangan profesional dengan status sosial yang baik, hal ini justru menunjukkan ironisnya tindakan mereka yang seharusnya lebih memahami nilai-nilai moral.

Prof Henry menyebutkan bahwa kasus ini mencerminkan adanya masalah sosial yang lebih besar, yakni dekadensi moral yang semakin merajalela di masyarakat. 

"Tindakan kekerasan terhadap anak yang bahkan bisa berujung pada kematian tidak bisa dibiarkan. Kita harus mengingat bahwa setiap orang, baik anak atau dewasa, memiliki hak hidup yang harus dihormati," ujar Prof Henry dengan tegas.

Dalam pandangan Prof Henry, kepantasan adalah parameter yang harus dipertimbangkan sebelum seseorang bertindak. Kepantasan lebih tinggi dari sekadar peraturan. 

"Jika seorang hakim memutuskan vonis yang terlalu ringan bagi seorang koruptor, publik akan merasa itu tidak pantas. Demikian pula dalam kasus penganiayaan ini, tindakan kekerasan sangat tidak pantas dilakukan," ujarnya.

Prof Henry berharap kasus-kasus serupa di masa depan dapat disikapi dengan cara yang proporsional. 

"Setiap tindakan harus didasarkan pada rasa kepantasan dan kemanusiaan. Kita harus mengingat perasaan orang lain dan mempertimbangkan apakah kita ingin diperlakukan seperti itu jika kejadian serupa menimpa keluarga kita," pungkasnya. 

Editor : Langgeng Widodo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network